Pakai Jersey Indonesia Rasakan “Tanjakan Froome” (Colle delle Finestre)

Di kawasan barat laut Italia, di Piedimont Region yang berdekatan dengan perbatasan Prancis, terdapat Colle delle Finestre atau “Le Finestre.” Sebuah tanjakan 18 km yang iconic, yang sudah dibangun sejak 1700.

Tanjakan inilah yang baru-baru ini menjadi tempat Christopher Froome melakukan “mission impossible,” melarikan diri sendirian, merebut gelar Giro d’Italia 2018. Dan karena menonton aksi di televisi itu, saya memutuskan untuk bersepeda di tanjakan ini dan siapa tahu bisa mengalahkan catatan waktu Froome (walau mungkin harus di dunia lain!).

Colle delle Finestre atau “Le Finestre” tanjakan sejauh 18 km yang sudah dibangun sejak 1700 berada di kawasan barat laut Italia, di Piedimont Region yang berdekatan dengan perbatasan Prancis.

Saya menelepon saudara saya, Claudio, yang tinggal hanya 1,5 jam dari titik start-nya, lalu memintanya untuk menjadwalkan bersepeda pada 7 Juli lalu. Claudio adalah seorang cyclist yang jauh lebih kuat dari saya. Akibatnya, kalau menanjak, dia harus sering bersabar menunggu saya!

Le Finestre bukanlah tanjakan tertinggi, tapi itu merupakan salah satu yang paling spektakuler dan menantang di Eropa. Utamanya karena bagian off-road sejauh 8 km menuju puncaknya di ketinggian 2.200 meter.

Francesco Bruno melewati bagian paling spektakuler yaitu off-road sejauh 8 km menuju puncak Le Finestre di ketinggian 2.200 meter.   

Pada akhirnya, Claudio dan saya melakukannya pada Minggu, 8 Juli. Kami memilih loop (rute) yang bermula langsung dari kaki Finestre (tanpa pemanasan!). Tepatnya di sebuah kota bersejarah bernama Susa, di ketinggian 600 meter. Sebelum start, kami lebih dulu menikmati es krim dan espresso!

Khusus untuk acara khusus ini, saya mengenakan jersey Indonesia!

Francesco Bruno (kiri berjersey Indonesia) bersama Claudio Bruno di Le Finestre.

Baru saja mulai, baru saja 300 meter bersepeda, kami langsung menghadapi kemiringan 10-11 persen. Sejak saat itu pula, hingga akhir tanjakan sejauh 18 km itu, saya sama sekali tak pernah memindah gigi. Belakang sudah yang paling besar. Bagi yang kuat, chainring 34 dipadu dengan sproket 25-28 di belakang sudah OK. Tapi buat penggemar makan dessert seperti saya, sproket 30 di belakang sangat menolong.

Separo pertama Finestre pada dasarnya dilalui di bawah lindungan pepohonan, di kelilingi hutan yang indah saat melewati 29-30 kelokan tajam. Tanjakan ini kelokannya lebih rapat dan lebih banyak daripada Passo dello Stelvio, tanjakan legendaris lain Italia.

Sesekali, kita bisa melihat betapa spektakulernya pemandangan yang sudah menanti kita di puncak. Pada banyak bagian, kita masih bisa melihat tulisan-tulisan di permukaan aspal yang ditujukan untuk para pembalap Giro d’Italia Mei lalu. Misalnya: “Forza Pozzovivo!” atau “Aller Pinot!”

Memasuki 8 km terakhir, tantangan yang sebenarnya dimulai. Udara semakin tipis, kaki mulai capai. Tapi sekarang kita harus bertahan sejauh 8 km di atas permukaan off-road yang bergelombang dan licin. Permukaannya campuran dari tumpukan kerikil padat plus pasir dan bebatuan.

Pemandangan indah dan spektakuler di jalur Froome attack meraih juara Giro d'Italia 2018.

Di kebanyakan kelokan di bagian ini, di saat kemiringan bertambah, kita harus hati-hati agar roda belakang tidak berputar lepas kontrol. Jangan sekali-sekali mencoba untuk berdiri untuk menambah power, Anda hanya akan kehilangan kontrol roda belakang!

Sepanjang tanjakan ini dilewati di jalanan sempit. Kalau ada lalu lintas lewat, seperti motor-motor off-road yang juga suka menanjaki Finestre, kita harus minggir memberi jalan.

Jalur ini sempit jadi harus berbagi jalan apabila ada mobil atau motor.

Pada 2 km sebelum puncak, kita mulai bisa melihat kawasan finisnya. Ini adalah bagian paling indah, di mana tembok batu mengular hingga puncak. Tentu saja, ketika kita mencapai puncak Finestre di ketinggian 2.200 meter, kita akan dihadiahi pemandangan spektakuler dan dramatis kawasan pegunungan Alps (yang sekarang jadi salah satu favorit saya). Di mana bagian-bagian gersang dan tajam bertemu dengan hijau alam, di mana terdapat kwetiau (atau fettucine di Italia) putih berkelok sejauh 8 km untuk membantu kita menuju puncak.

Permukaan area offroad ini adalah campuran dari tumpukan kerikil padat plus pasir dan bebatuan. Harus hati-hati agar roda belakang tidak berputar lepas kontrol saat bersepeda berdiri.

Setelah menikmati pemandangan indah dan memenuhi kewajiban berfoto-foto, kami turun ke sisi lain, melewati jalanan berkelok sejauh 12 km hingga ketinggian 1.600 meter. Di sana, kami mulai lagi menanjak ke kawasan ski yang sangat terkenal: Sestriere.

Jalanan ini lebih lebar dan dianggap sebagai rute utama ke ski resort tersebut. Tapi, tetap saja relatif hening dan indah, melewati lembah-lembah, sungai, dan kota-kota lama yang cantik.

Berfoto bersama Claudio di puncak Colle Delle Finestre adalah suatu kewajiban.

Di puncak Sestriere, di ketinggian sekitar 2.000 meter, kita bisa berhenti dan membalas kesengsaraan dengan makanan enak di sejumlah kafe, yang berbaris di bawah ski resort itu.

Setelah makan siang, kami turun kembali ke Susa melewati lembah Susa. Ini juga jalan utama, tapi begitu sepi dan bertaburkan desa-desa tua dan pemandangan indah. Paling indah saat melewati bagian paling sempit di lembah Susa, dan melintasi kota Exilles. Di sana ada benteng raksasa (dan menakjubkan) yang aslinya dibangun pada 1700-an (lantas dibangun ulang usai Perang Dunia II).

Pada hampir sepanjang 40 km turunan itu kami menghadapi head wind (angin dari depan), yang diakibatkan oleh jalur angin thermal yang setiap hari yang menaiki lembah. Untung anginnya naik, bukan turun!

Setelah semua berakhir, kami telah menempuh jarak total 95 km dan menanjak total 2.400 meter. Saya pernah menjalani hari-hari yang lebih berat dalam bersepeda, khususnya di tempat saya tinggal di negara tropis Indonesia. Tapi sangat jarang saya bisa merasakan bersepeda yang luar biasa seperti ini, selama bertahun-tahun saya menekuni hobi bersepeda.

Sebenarnya, ada beberapa cara untuk menikmati rute Colle delle Finestre. Claudio dan saya memilih yang lebih pendek, walau tidak lebih mudah. Bagi yang ingin melakukannya via Susa, maka itu adalah tempat yang baik untuk start dan finis. Kotanya cukup lengkap dengan berbagai penginapan dan tempat untuk makan.

Kami memilih naik mobil pagi-pagi dari Varese (tempat Claudio tinggal) ke Susa, lalu naik mobil lagi balik ke sana usai bersepeda.

Karena pada musim panas hari lebih panjang (matahari terbenam lebih malam), maka Susa adalah tempat yang baik untuk start di mana pun Anda berada di sekitarnya. Termasuk di Torino (Turin), kota besar terdekat. Bahkan, kebanyakan cyclist yang ingin menaklukkan Finestre memilih menginap di Torino.

Berdasarkan pengalaman ini, saya mendeklarasikan bahwa bagi seorang cyclist sejati, sebelum mereka meninggalkan permukaan bumi ini, mereka harus lebih dulu menaklukkan Colle delle Finestre… Amin! (*)

Data strava climbing Colle delle Finestre : https://www.strava.com/activities/1688936373

TENTANG PENULIS

Francesco Bruno adalah cyclist Italia yang telah tinggal di Indonesia dalam 22 tahun terakhir. Dia mengoperasikan perusahaan mutiara di Lombok dan begitu mencintai Indonesia dan pekerjaannya!

Cecco –panggilan akrabnya-- sangat menyukai olahraga individual yang menantang batas kemampuannya, termasuk bersepeda. Dia mulai bersepeda ketika mengikuti triathlon di Kanada saat masih berusia 18 tahun, dan sejak itu selalu tertarik untuk menantang diri sendiri dalam bersepeda (sepeda apa saja, termasuk unicycle/satu roda).

Dia sangat mencintai MTB dan road bike tapi berharap bisa melaju lebih cepat! Setiap tahun dia selalu mencoba rute atau tantangan baru. Misalnya balapan MTB di Mongolia pada 2017, bike packing dari Surabaya ke Labuan Bajo, dan lain sebagainya… (*)

 


COMMENTS