Endurance 200 Km, Surabaya ke Telaga Ngebel

Nama Telaga Ngebel di Ponorogo, Jawa Timur, mulai familiar di kalangan pesepeda Indonesia pada Februari 2025 lalu. Ketika event ultracycling East Java Journey (EJJ) menjadikan kawasan tersebut sebagai check point.

Sejak saat itu, banyak penghobi sepeda membahasnya. Bagaimana telaga ini masih terasa "natural", belum terlalu ramai, dan --yang terpenting-- belum "rusak" oleh kegiatan wisata berlebihan.

Bagi peserta EJJ, baik 600 km maupun 1.500 km, perjalanan ke Ngebel tentu harus melalui sebuah tanjakan. Sebab, waduk tersebut memang berada di ketinggian sekitar 730 meter. Dari jalan utama Madiun-Ponorogo, peserta belok ke arah Mlilir, lalu "menanjak" sejauh sekitar 16 km.

Jalur ke Telaga Ngebel mulai populer sejak dilintasi peserta EJJ 2025. 

Separonya relatif mudah, dengan kemiringan 1-5 persen dan bonus datar sedikit rollingan turun. Separo keduanya yang berat, dengan kemiringan konstan di kisaran 8-9 persen dan beberapa kali menyentuh belasan persen. Bike computer iGPSport saya merekam maksimum gradien di angka 20,37 persen.

Baca Juga: Kontur Khas Bromo di Jersey Antangin Bromo KOM 2025

Beberapa segmen Strava yang merekam 8-9 km terakhir tanjakan melewati PLTA Ngebel menyebut kemiringan rata-rata di kisaran 5 hingga 5,5 persen.

Sekitar seminggu sebelum Bromo KOM 2025, saya dan teman-teman AA SoS (Azrul Ananda School of Suffering) memutuskan untuk latihan endurance ke Telaga Ngebel. 

Segmen tanjakan Ngebel sekitar 16 Km dengan gradiens maksimum 20 persen.

Sudah jadi tradisi, seminggu sebelum event besar, kami selalu gowes jarak jauh. Setelah itu harus tapering, mengurangi volume latihan, fokus persiapan untuk event. Biasanya jaraknya 200-300 km. Tidak harus banyak menanjak, tapi harus panjang dan cenderung intensitas rendah.

Jadi, kami memutuskan gowes ke Ngebel dari Surabaya.

Ternyata jaraknya memberi angka bagus sekali. Pas 200 km kalau dihitung dari tikum di Surabaya hingga finish di sebuah rest area --tempat check point EJJ dulu-- di Ngebel.

Yang lebih "bagus" lagi: Kami harus gowes relatif datar terus dari Surabaya sampai Madiun. Bahkan sampai menjelang belokan ke arah Mlilir di Ponorogo. Jadi, Total gowes 284 km-an sebelum menanjak ke finish.

Mirip seperti etape-etape balap dunia. Di mana rutenya 200 km-an, dan finishnya di tanjakan!

Hanya sedikit naik turun di kawasan Saradan yang memberi variasi. Sisanya full datar, jalan utama dari Surabaya ke Madiun.

Azrul dan rekan-rekan AA SoS menempuh jarak 200 Km dari Surabaya hingga finis di Telaga Ngebel.

Start pukul 05.15, kami hanya istirahat dua kali. Yang pertama pada kilometer 83, makan Pecel Lele di Kertosono. Kemudian nonstop lagi hingga Madiun, istirahat di Kafe Ueno di pusat kota Madiun, kilometer 160. Kafe itu adalah milik Sony Hendarto, sahabat sepeda kami yang juga salah satu kolektor sepeda custom paling top di Indonesia.

Hanya 40 km tersisa dari pusat kota Madiun ke Ngebel. Jalan ke arah Ponorogo sudah mulai mendangak halus, tapi hanya sekitar 1 persen.

Tibalah saatnya untuk belok kiri ke Mlilir. Sedikit jalan rusak menyambut, setelah itu kombinasi jalan beton dan aspal mulus sampai ke Ngebel!

Separo awal tanjakan terasa menyenangkan. Tidak terlalu miring, jalan relatif bagus, memancing kita untuk melaju lebih cepat dari rencana. Alhasil, separo akhir pun menjadi "terasa" di kaki. Apalagi semakin mendekat ke atas, makin banyak bagian yang miringnya belasan persen itu (dan menyenggol 20 persen itu).

Azrul mengabadikan momen tiba di Telaga Ngebel bersama sepeda Wdnsdy AJ5 andalannya. 

Bike computer terus menunjukkan profil tanjakan berwarna merah hati. Tandanya bagian berat!

Bisa Anda bayangkan leganya ketika kami mencapai puncak tanjakan. Langsung belok ke jalan kecil mulus yang mengelilingi Telaga Ngebel, yang memiliki luas genangan hingga 143 hektar tersebut.

Baca Juga: Campagnolo Kembali Jempol (Super Record 13-Speed)

Kami menyusuri dulu jalan tersebut beberapa kilometer, melewati satu-dua bagian naik-turun. Hingga akhirnya tiba di kawasan rest area, tempat banyak warung dan tempat singgah untuk foto-foto.

Jaraknya pas 200 km dari tikum ke finish. Buat saya jaraknya 203 km kalau dihitung dari rumah.

Sampai di sana, kami istirahat. Minum kelapa muda, minum minuman hangat, dan sedikit nyemil. Ngobrol dulu sebelum gowes turun dan datar lagi ke Madiun sejauh 40 km, lalu finish di sana untuk ganti pakaian dan naik mobil pulang.

Salah satu bahan obrolan saat istirahat: Bagaimana jarak 200 km itu bagus sekali untuk dibuatkan event. Dari Surabaya ke Ngebel. Tapi dari Surabaya ke Madiun-nya jangan lewat jalur utama, terlalu ramai dan berisiko.

Atau, betapa asyiknya kalau ada event KOM ke Ngebel. Tapi start-nya dari Madiun. Jadi Madiun dan Ponorogo bisa kolab, bikin event yang bisa menguntungkan kedua kawasan. Dimulai di Madiun, putar-putar dulu mengunjungi tempat-tempat seru, lalu diakhiri dengan balapan KOM ke Ngebel dan kemudian bersenang-senang dan makan-makan di sekitar telaga! (azrul ananda)


COMMENTS