Kolom Sehat: Geli dan Kagum Independence Race

Merdeka! Musim 17 Agustusan kali ini banyak yang baru. Hal-hal yang tidak umum dilakukan di tahun-tahun sebelum ini. Upacara kenegaraan dan lomba 17-an banyak dilakukan secara online. Maklum, masa pandemi. Meski demikian, semangat Kemerdekaan kita tidak serta merta luntur di tengah kondisi yang berat ini. 

Begitu pula para cyclist. Paling tidak teman-teman saya. Karena tanggal 17 Agustus 2020 jatuh pada hari Senin, maka kami membuat lomba sendiri. Hanya di antara kami sendiri. Kami menjudulinya "Tour de Independence 2020."

Selama tiga hari, kami berlomba menaiki "gunung-gunung" di sekitar Surabaya secara berturut-turut. Tiap hari ada "juara etape," lalu di akhir ada juara overall. Ditentukan lewat sistem poin yang terinspirasi Formula 1 awal 2000-an.

Bersama Kakak Asik

Setiap hari kami menempuh rute lebih dari 100 km. Tapi yang "balapan" hanya tanjakannya demi keamanan dan keselamatan. Itu pun kami memilih yang relatif sepi-sepi. Tiga tanjakan yang kami pilih adalah Talu Nongko Kaliandra, Jatijejer (Trawas via Mojosari), dan Jolotundo (hingga Trawas).

Tiga-tiganya rute terkenal bagi cyclist di Surabaya. Dengan panjang masing-masing tanjakan (berdasarkan Strava Segment) 9,2 km, 15 km, dan 16,2 km.

Harus ditegaskan, menaiki sebuah tanjakan asal sampai sangat beda dengan menaikinya untuk lebih cepat dengan teman/lawan. Seluruh ruang di dalam rongga dada dan diafragma benar-benar dipakai maksimal untuk bernapas. Detak jantung memasuki zona empat atau lima. Intinya, apa pun, sesakit apa pun, dijalani demi meninggalkan teman/lawan.

Supaya seru, pada hari pertama kami membawa kru kamera, iseng merekam jalannya "lomba" dari awal sampai akhir. Kemudian saya dan Om Azrul Ananda iseng mengomentarinya, ala-ala balapan di TV. Tentu isinya penuh iseng, canda, dan ejekan. Kalau lancar, videonya akan ada di YouTube. Ikuti saja akun IG saya kalau ingin di-update kapan dan di mana tayangnya (@johnnyray2000).

Menjelang finish di Jolotundo. Rangkaian bendera yang berkibar tertiup angin menyambut peserta

Yang ingin saya bagi untuk pembaca bukanlah kehebatan lomba itu atau apa. Yang ingin saya bagi adalah kesan dan apa yang bisa saya dapat dari lomba kecil ini. Terus terang, saya biasanya tidak antusias ikut lomba 17-an. Baik itu lomba balap karung, makan kerupuk, atau adu cepat bersepeda. Tapi, melihat teman-teman saya begitu antusias, saya ikut semangat. Mereka begitu getol mempersiapkan diri, berlomba sampai mau muntah.

Mereka membuat saya geli dan kagum. Geli karena melihat mereka ini kok lucu, kok mau-maunya semenderita itu. Kagum melihat hasil latihan mereka selama ini yang sungguh luar biasa.

Mungkin, masih banyak yang lebih kuat dan lebih cepat dari mereka. Tetapi bagi saya, mereka ini adalah sudah terlalu cepat dan mereka adalah idola-idola saya. Orang-orang di sekitar kita yang sebenarnya kalau kita perhatikan, adalah orang-orang yang sangat rajin dan luar biasa.

Pemenang overall adalah "Abah" Asril Adenan. Memenangi dua etape pertama, lalu finis ketiga di etape penutup. Luar biasa, padahal dulu, duluuuuuuuu, ahhh dia nggak ada apa-apanya sama saya. Duluuuuuuu.

Itulah hasil latihan dan kerja keras, bisa berbalik mengagumkan.

Foto finis etape 3. Tebak saya di mana? Kalau bisa menemukan, berarti Anda sakti

Teman-teman semua, merdeka itu bebas dari tekanan. Dulu itu berarti bebas dari tekanan penjajah. Bagi cyclist, merdeka itu mungkin berhasil mendapatkan izin gowes, lalu berhasil menaklukkan tantangan rute dan waktu.

Semoga, kita akan segera merdeka pula dari tantangan global yang terbaru: Pandemi Covid-19 ini. Tekanannya global dan berat, tapi seberat apa pun kita harus yakin bisa merdeka dari pandemi ini.

Tetaplah berolahraga untuk menjaga imun. Sambil tetap menjaga jarak dan memakai masker. Agar kemerdekaan ini semakin cepat kita nikmati! (johnny ray)

Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 10


Audionya bisa didengarkan di sini


COMMENTS