Belajar The Connected Athlete dari Svein Tuft

Saat masih kuliah di Amerika, Edo Bawono sangat aktif olah raga tenis. Bahkan berkiprah di berbagai perlombaan kelas dunia. Sebut saja, World Junior ITF (ranking 90 besar), ATP tour (top 1000) dan NCAA Men Tennis Division 1 University of Kentucky (ranking 25 besar).

Saat ini, usianya sudah 40 tahun, sudah pensiun dari tenis. Tetapi masih aktif berolah raga dan menemukan passion baru : main sepeda!

Edo Bawono menemukan passion baru di sepeda setelah pensiun dari tenis. 

Adrenalin kompetisinya masih mendidih. Edo terus memproses diri agar performanya meningkat untuk dapat berprestasi di setiap lomba balap sepeda. “Saya enjoy dengan ikut berbagai perlombaan amatir ini bersama kawan-kawan,” tukas ayah tiga anak ini.

Di suatu saat, Edo merasa stagnan. Hal ini membuat penasaran sekaligus jadi titik balik dalam olah raga bersepedanya.

Edo mendapatkan “ilmu” baru yakni program The Connected Athlete. Edo bercerita serunya program yang meningkatkan performanya tanpa mengorbankan family time dan waktu bekerja. 

Bagaiman awal mengikuti program The Connected Athlete?

Akhir 2017, saya merasa performa saya stagnan. Kebetulan, saya bertemu dengan Christian Meier, mantan atlet sepeda profesional anggota tim balap Orica-GreenEdge. Dan dia memperkenalkan saya pada Svein Tuft, pembalap profesional yang saat ini masih aktif di tim Mitchelton-Scott dan ikut balapan grand tour seperti Tour de France, La Vuelta. Dan baru saja merayakan ulang tahun ke 41 nya di Giro d’Italia 2018. Dari mereka berdualah saya dikenalkan dengan program The Connected Athlete, rancangan Barry Murray, ahli gizi khusus sport.

Svein Tuft (Mitchelton-Scott) berhasil menjadi Juara 1 2018 Canadian ITT Road National Championship, 21-24 Juni 2018.

Apa yang telah dipelajari dari The Connected Athlete?

Tubuh kita bukanlah mesin apalagi saya sudah memasuki usia 40+.  Connected Athlete (CA) memberi pencerahan dua dimensi penting lain dalam bersepeda : nutrisi dan kebahagiaan.

Saya merasa tubuh layaknya mobil balap. Tentu, tidak ingin memasukkan bahan bakar “sampah” ke dalamnya. Saya jauh lebih fit dan sehat bahkan jika dibandingkan dengan pada waktu masih menjadi atlet tenis 20 tahun lalu.

Sebelum dikenalkan ke CA, saya menghabiskan waktu hingga 25 jam per minggu di atas sepeda. Sekarang, saya hanya latihan sekitar 10-12 jam per minggu ditambah dengan beberapa jam untuk latihan strength dan conditioning. Tidak hanya waktu latihan lebih singkat dan efektif, tetapi yang lebih penting, saya bisa banyak meluangkan waktu untuk keluarga. Ini resep yang membuat lebih bahagia!

Program apa dari The Connected Athlete yang menarik?

Dengan Svein, tidak ada jadwal latihan terstruktur dari Senin sampai Minggu seperti yang saya jalankan dari pelatih sebelumnya. Svein memberi beberapa opsi latihan dari intensitas rendah - durasi tinggi ke intensitas tinggi - durasi rendah.

Contoh variasi latihan dari intensitas tinggi Vo2 max selama 1-5 menit x 6 sets dan endurance ride selama 4-5 jam dengan intensitas rendah. Svein juga merekomendasikan kombinasi latihan dengan tipe balapan yang akan saya ikuti. 

Setelah garis besar menu latihan terbentuk, Svein memberikan kebebasan untuk mengatur waktu pelaksanaannya. Biasanya dia memberikan beberapa paramater. Latihan intensitas tinggi jangan lebih dari 2-3 hari berturut-turut dan di hari ke 3-4 harus istirahat total. Konsep pengaturan waktu latihan ini memungkinkan untuk lebih seimbang dalam membagi waktu hobi, keluarga dan pekerjaan.

Perubahan nutrisi apa yang dilaksanakan?

Saya mendisiplinkan diri merubah konsumsi makanan karbohidrat berkadar gula tinggi (diukur dengan glycemic index, contoh nasi putih menempati skala tertinggi di 100, sedangkan ubi rebus di 11) ke karbohidrat berkadar gula rendah. 

Saya tidak melakukan perubahan nutrisi secara drastis. Melainkan mengelola dengan mengurangi porsinya. Ini sangat sulit dilakukan karena nasi putih (dan goreng) dan mie (ayam) adalah makanan favorit. Dan saya menambah konsumsi protein setelah beraktivitas. Ini berguna untuk mempercepat pemulihan otot yang lelah.

Saya juga mulai melakukan Puasa Intermiten (Intermittent Fasting atau IF) di hari recovery atau pada waktu istirahat.  Puasa IF juga berguna untuk “melatih” tubuh saya untuk mengambil penyimpanan lemak cadangan glycogen untuk membakar energi.

Perubahan gaya hidup apa yang telah dilakukan?

Cukup beralih ke makanan yang lebih kaya nutrisi dan mengurangi frekuensi “nyemil” snacks yang kurang sehat. Ketika melakukan puasa intermiten, saya merasa lebih mudah untuk menahan rasa lapar. Mengurangi makanan gorengan dan yang berkadar gula tinggi, otomatis juga mengurangi produksi insulin di tubuh. 

Karena tubuh kita menggunakan insulin untuk memproses makanan. Jadi semakin tinggi kadar gulanya, semakin banyak insulin yang diperlukan, dan itu yang menimbulkan rasa lapar!

Jika saya sedang melakukan IF (puasa 16 jam hanya minum air atau minuman tidak berkalori), saya biasanya melewatkan sarapan lalu mulai makan di jam makan siang. 

Lalu makan malam lebih awal antara jam 5-6 sore. Ada kalanya, apabila saya menjadwalkan untuk bersepeda lebih dari 5 jam keesokan hari, saya akan makan siang sangat terlambat, sekitar jam 3-4 sore. Sehingga ada waktu 12-14 jam berpuasa ketika saya melakukan latihan di keesokan paginya. Saya melakukan ini karena lalu lintas Jakarta dimulai sekitar jam 6 pagi. Jadi, saya akan mulai main sepeda lebih awal, pada jam 4 pagi menuju pegunungan. Dan meminta supir menjemput di garis finish langsung ke tempat kerja. Saya melakukan perjalanan panjang ini sekali pada hari kerja dan satu lagi di akhir pekan. Jadwal itu, juga mengubah kebiasaan tidur saya. Secara alami, saya akan tidur lebih awal mencapai minimal 7 jam.

Apakah hasil mengikuti program The Connected Athlete?

Saya mulai intens berlatih dengan Svein dan CA pada bulan Desember 2017. Tepat sebelum perjalanan liburan Natal keluarga besar saya ke Inggris. Saya sudah menjadwalkan 3 balapan multi-stages untuk tahun 2018. Dua di Thailand dan satu balapan Tour de Bintan (ajang kualifikasi untuk UCI Granfondo World Championship di Varese, Italy awal September 2018).

Saya berdiskusi dengan Svein mengenai target yang ingin dicapai. Ini penting karena kita yang harus tahu apa yang mau dicapai, bukan pelatih! Untuk ini goal saya 2 saja :

1. Meraih 10 besar di balapan kelompok umur.

2. Kualifikasi ke 2018 UCI GF World Championship.

Kelemahan terbesar saya adalah di etape time trial. Hasil melawan stopwatch ini biasanya kurang baik sehingga terlempar dari 20 besar dan sulit mengejar waktu untuk masuk ke posisi top 10 General Classification.

Selanjutnya, saya memberi tahu Svein selain ingin enjoy liburan keluarga satu bulan, dan tidak ingin out of shape. Untuk ini, Svein memberikan beberapa menu latihan yang fun dan tanpa memerlukan sepeda untuk menjaga stamina.

Lalu dia juga memberikan petunjuk mengenai nutrisi dan gizi agar saya tetap fit dan tidak terlalu stress dengan berat badan. Dan inilah hasilnya :

Maret 2018 - Tour of Phuket usia 40-44:

- Stage 1 - ITT 3rd

- Stage 2 win

- Overall KoM winner classification

- Stage 3 3rd

- Overall 2nd GC

Maret 2018 - UCI WC Qualifier AG 40-44

- Top 15 finished and qualified for the UCI GF WC in Varese on September 2, 2018

April 2018 - Tour of Friendship Thailand 

- Stage 1 - ITT 6th

- Stage 2 - Winner

- Stage 3 - 2nd

- Overall 2nd GC

Edo saat menang juara 1 Tour of Friendship Etape 2.

Apa progam jangka panjang yang diharapkan dari The Connected Athlete?

Saya menjadi Connected Athlete untuk jangka panjang. Dan ingin suatu hari nanti naik podium di Kejuaraan Dunia UCI Master. Mungkin ketika saya berusia 70 tahun. Saat ini, hasil uji time trial, waktu saya masih lebih lambat satu menit dari seorang World Champ 2017 kategori usia 70-74. Ini sangat memotivasi saya!

Lebih penting lagi, saya ingin membagikan pengetahuan tentang menjadi CA bagi ketiga anak saya yang memulai olahraga mereka (berenang dan tenis). Saya dan istri tidak berambisi menjadikan mereka atlet profesional, tetapi kami ingin mereka hidup sehat dengan olah raga dan makan makanan bernutrisi tinggi.

Dan juga kami ingin anak-anak kami, dari sports, belajar untuk menjalani hidup dengan mempunyai target, perseverance (tekun dan gigih) dalam keadaan susah serta tertekan, dan tentunya sportivitas tinggi tapi tetap bahagia! 

Edo Bawono, Eileen Suhardjo dan anak-anak Emilie, Edward dan Evan bersama Svein Tuft, pembalap Mitchelton-Scott yang sedang mengikuti road race Tour de Beauce di Quebec. 

 

Foto : Canadiancyclist, Edo Bawono


COMMENTS