Nge-MiL Sunday: Komunitas Kuat Modal Persatuan Bangsa

Di masa pandemi seperti ini, saya senang sekali masih bisa bersepeda untuk tetap menjaga kesehatan. Sesuatu yang juga bikin lebih menyenangkan dari bersepeda --selain untuk berolahraga-- adalah persahabatan yang terbangun dengan sesama penghobi dalam satu komunitas.

Komunitas sepeda biasanya kompak sekali. Tiap pagi ada yang morning call untuk membangunkan. Sepanjang hari grup chat tidak berhenti untuk update berita. Dari yang penting sampai yang gak penting sama sekali. Dari yang bermanfaat sampai yang tidak ada manfaatnya sama sekali (cuma buang-buang kuota saja).

Jam makan siang atau makan malam bisa terus kontak-kontakan. Selalu bertanya apakah ada yang lokasinya berdekatan, supaya bisa makan atau sekadar kumpul bareng. Seolah-olah, waktu untuk berkumpul tidak pernah cukup untuk mereka berbincang tentang sepeda dan dunianya. Bahkan berkembang sampai diskusi soal pekerjaan, keluarga, juga aspek-aspek lain kehidupan.

Dari perbincangan santai, penuh canda dan hinaan, sampai yang serius menegangkan. Semuanya berbaur jadi satu karena satu passion: Sepeda.

Seperti layaknya sebuah komunitas yang ada dalam masyarakat, komunitas sepeda juga terdiri dari orang-orang dengan umur yang berbeda, status pendidikan, agama, ekonomi, dan sosial yang juga berbeda-beda.

Namun dalam komunitas sepeda, perbedaan yang begitu nyata, banyak, dan kompleks itu seolah-olah sirna. Semua anggotanya bisa disatukan dengan hal yang sangat sederhana: Sepeda.

Satu hal lagi yang menunjukkan kekompakan komunitas sepeda adalah dari jersey yang merek pakai. Banyak orang dewasa tidak suka pakai seragam. Selepas SMA dulu, saya gembira sekali karena kuliah tidak harus pakai seragam. Tanpa seragam, saya bisa menunjukkan gaya dan individualitas saya sendiri.

Nah, lucu dan uniknya komunitas sepeda adalah mereka antusias sekali ketika membuat jersey komunitas yang seragam.

Mereka begitu semangat menyiapkan jersey itu setiap malam, untuk digunakan paginya bersepeda. Dengan bangga mereka akan memakainya, karena menunjukkan nama komunitas yang biasanya terpampang besar di bagian depan atau belakang. Kebahagiaan semakin bertambah jika ada inisial nama mereka kecil di bagian lengan atau yang lain.

Nama komunitas tertulis besar, nama mereka kecil. Tidak masalah! Individualitas dengan rela dikorbankan demi nama besar komunitas.

Banyak komunitas bukan hanya punya jersey sepeda, tapi juga kaus yang bisa dipakai harian. Lalu ada topi, gantungan kunci, stiker, tas slempang, dan banyak merchandise lainnya.

Gaya dan invidualitas dengan sengaja (atau tidak sengaja) mau dilebur menjadi satu. Bukan dengan paksaan, tapi dengan kerelaan yang menimbulkan rasa bahagia, bahkan kebanggaan tersendiri. Tanpa disadari, komunitas sepeda lama-lama bisa jadi sekte tersendiri, dan sepeda bisa jadi sebuah ideologi tersendiri. Tentunya, sekte dan ideologi yang sehat dan membangun.

Negara tercinta kita, Indonesia, adalah negara majemuk yang terdiri dari begitu banyak suku dan bahasa, yang tersebar di ribuan pulau, dari Sabang dan Merauke. Sejak zaman penjajahan Belanda, strategi memecah belah terus dilakukan agar bangsa ini tidak bisa berkembang menjadi besar. Banyak pihak juga menekankan perbedaan, mengesampingkan persamaan yang sebenarnya ada dan bisa dibangun bersama.

Persatuan bangsa ternyata bisa dilakukan dengan cara yang sangat sederhana oleh kita semua. Dimulai saja dari komunitas sepeda kita masing-masing!

Komunitas yang kuat akan menjadi modal untuk menjadi bangsa yang kuat! Terus bangunlah persahabatan dan persaudaraan yang kuat dalam komunitas sepeda Anda.

Seperti yang hari ini Anda biasa lakukan lewat gowes bareng, makan bareng, kongkow bareng. Pakai terus jersey komunitas Anda dengan bangga! Jangan lupa menyapa komunitas lainya yang berpapasan ketika Anda bersepeda. Jersey boleh beda, tapi jangan lupa passion tetap sama!

Salam Kesatuan! (mil budiyanto)

Episode Ketiga Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray:

Audionya bisa juga didengarkan di Spotify


COMMENTS