Kolom Sehat: Video Kill The Radio Star

Waktu terus berjalan. Walau kita punya jam tangan, lalu kita pukul palu sampai hancur jamnya, waktu itu tetap berjalan. Jam tangan, jam dinding, ataupun Big Ben, adalah alat alat penunjuk waktu. Mungkin bisa dihentikan sementara bila sedang dirawat. Akan teapi, si waktu itu sendiri tidak pernah berhenti.

Mungkin pembaca punya waktu favorit tertentu yang mengesankan. Atau suatu keadaan tertentu yang rasanya tidak ingin berlalu. Mungkin umur tertentu. Misal Anda ingin umur 28 terus. Karena merasa umur ini adalah yang paling ideal dari diri Anda.

Kira-kira sama seperti pesepeda. Yang sudah bersepeda diatas tiga tahun, pasti ada ups and downs-nya. Pernah merasa bersemangat kuat. Pernah melewati rute-rute terjauh. Tidak pernah bolos sepedaan dalam setahun. Tidak ada gunung atau gundukan yang terlalu miring untuk didaki. Kalau lihat Strava, pasti dengan senyum karena penuh perolehan record-record baru dari ke hari. Masa keemasan bersepeda istilahnya.

Tapi ada juga masa di mana kemalasan dan kaki loyo menjadi aksesori hidup Anda. Masa di mana tidak ada tenaga ketika ingin bersepeda. Kalau pun keluar rumah, menjadi yang paling belakang. Bahkan melihat sepeda pun sudah malas. Inilah masa kelam bersepeda.

Kalau membahas aksesori, konteks zaman ini sangat terlihat di bagian rem. Bagaimana zaman seakan memaksa cyclist menerima 'kemajuan' dunia sepeda dalam bentuk disc brake. Rim brake yang telah melayani pesepeda selama beberapa dasawarsa, terkesan kuno dalam sekejap. Sepeda baru adalah sepeda dengan rem disc-nya. Kalau masih rim brake, ini mungkin cyclist klasik. Kalau tidak mau dikatakan kuno. Atau tua.

Hebohnya disc brake kadang berlebihan. Seakan-akan rim brake tidak berguna. Tapi ya begitulah perubahan. Selalu disertai kehebohan pendatang baru. Yang nantinya akan tergantikan dengan yang di masa depan. Siapa tahu nanti rem juga ikut wireless.

Peliknya perubahan keadaan yang sangat kontras seperti ini, tertuang di sebuah lagu lama yang dinyanyikan The Buggles. Lagu zaman Om saya sewaktu muda. Judulnya Video Killed The Radio Star.

Munculnya demam video pada waktu itu membunuh bintang-bintang radio. Di mana radio pada era sebelumnya dirasa begitu digdaya dalam menyampaikan pesan. Baik berita maupun komersial. Bangun tidur sudah tune radio yang diinginkan. Suara penyiar favorit begitu ditunggu. Kemudian dengan cepat 'terbunuh', atau terganti, oleh bintang-bintang video. Seperti sekarang. Siapa menyangka bioskop tergeser oleh streaming film.

Suka atau tidak, waktu akan terus berjalan. Zaman berganti. Pesepeda yang sekarang lemah, besok bisa kuat. Apakah waktu yang berjalan bisa diisi dengan latihan atau dengan duduk-duduk? Itu pilihan masing-masing. Yang jelas, waktu yang sudah terlalui tidak bisa diulang. Seperti cuplikan sebuah lagu: We can't rewind we gone too far. Kita tidak bisa memutar ulang karena kita sudah melangkah terlalu jauh. Jadi, Anda sudah memilih olahraga sepeda. Ya bersepeda lah selagi bisa. (johnny ray)

Podcast Mainsepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 112

Foto: Hendra Dalijono (@h_dalijono )


COMMENTS