Senang dan Sedih Shimano Dura-Ace dan Ultegra Baru (2-Habis)

Sebagai penghobi sepeda yang sudah merasakan beberapa kali "gempa" akibat pergantian generasi grupset Shimano, ada beberapa hal menyenangkan, juga menyedihkan, dari hadirnya Dura-Ace 9200 dan Ultegra 8100.

Saya mulai dari yang menyenangkan dulu. Baru yang bikin sedih.

SENANG: TAK PERLU BUANG WHEELSET LAMA
Kita yang punya banyak koleksi wheelset tidak perlu "membuang" atau memodifikasi semua yang kita punya. Sproket (cassette) Shimano Dura-Ace dan Ultegra 12-speed yang baru ini tetap bisa dipasangkan pada freehub Shimano lama. Walau Shimano juga menawarkan freehub baru yang khusus hanya untuk sproket 12-speed (desainnya mirip microspline untuk MTB).

Freehub baru khusus untuk sproket 12-speed

Jadi, wheelset lama bisa untuk grupset baru. Sedangkan wheelset baru tidak bisa dipasangi sproket lama 11-speed. No problem! Bedanya, kabarnya, desain freehub yang baru lebih "menggigit" dan lebih smooth saja.

SENANG: TAMBAHAN GIR YANG BERGUNA
Rasio gir baru tidak perlu membuat kita kalibrasi ulang feeling di kaki. Untuk Dura-Ace dan Ultegra baru, ada opsi 11-28, 11-30, dan 11-34. Semua menambahkan gigi baru di tengah. Sehingga saat melaju dan pindah gir, kaki akan memutar lebih nyaman tanpa "jeglak-jeglak" karena selisih rpm yang mencolok.

Khusus di 11-28 dan 11-30, ada kabar baik, ada tambahan gigi 16 di tengah. Bagi yang suka ngebut, khususnya pembalap beneran, itu gigi "mahal." Itu gigi paling nyaman putarannya melaju di speed sekitar 40 km/jam.
Sedangkan untuk 11-34, sekarang ada tambahan gir 12 di bawah. Pemakai 11-34 lama seharusnya merasakan kelemahan utama rasio itu. Bahwa dari gir 13 langsung anjlok ke 11. Sehingga ketika sprint atau melaju kencang ada peralihan yang ekstrem, terasa berat di kaki. Sekarang, tiga gigi terbawahnya mirip dengan sproket umum lain.
Sedikit catatan: Yang 11-28 akan sangat menjadi "racing." Karena sekarang gir 11 sampai 19 nya dibuat urut. Tapi setelah itu tiga gir terbesarnya lompat-lompat agak jauh (21-24-28). Sulit membayangkan sproket ini bakal menyenangkan untuk cyclist mayoritas.

SENANG: HORE ADA RIM BRAKE!
Ketiga menyenangkan adalah rem. Kedua grupset baru ini masih menawarkan opsi rim brake. Bagaimana pun, masih banyak penggemar rim brake di dunia ini. Bahkan, produsen-produsen wheelset kondang seperti HED Amerika pun menyebut, sejak pandemi dimulai permintaan untuk rim brake tumbuhnya tidak kalah dengan disc brake.


Rim brake Shimano Dura-Ace 9200

Teknologi disc brake-nya pun seharusnya lebih baik. Sudah bukan rahasia, rotor Dura-Ace dan Ultegra lama banyak mendapat sindiran. Karena dianggap mudah "melentur" dan menimbulkan bunyi-bunyi gesekan kalau dipakai ekstrem. Tak heran, sejak tahun lalu, pembalap profesional banyak memilih rotor merek lain, atau mengadopsi rotor MTB dari Shimano.

Saya sendiri sebelum ini selalu memilih rotor merek lain, seperti Swisstop, TRP, atau Prime. Apa saja asal bukan yang Shimano road. Chris Froome, juara Tour de France empat kali, termasuk "hater" rotor itu pula.

Rotor MTB dari Shimano

Sekarang, Shimano menanggalkan rotor khusus road. Sekarang langsung pakai saja rotor MTB itu. Ternyata mereka mengakui juga kalau rotor road lamanya punya kelemahan.

Plus, disc brake baru sekarang mengadopsi teknologi servo wave. Sehingga ketika menarik tuas rem, kita akan merasakan feeling yang progresif. Tidak mendadak kaku. Teknologi ini sudah dipakai di grupset MTB Shimano. Juga di grupset gravel GRX. Belakangan saya sering pakai sepeda gravel dan GRX, dan saya sangat menyukainya!

SENANG ATAU SEDIH: HANYA ELEKTRONIK
Yang satu ini bisa bikin senang, bisa bikin sedih. Di satu sisi, era elektronik benar-benar hadir dan penggemarnya makin bahagia. Di sisi lain, masa depan mekanikal jadi tanda tanya. Seperti apa 105 baru kelak? SRAM saja sudah tiga level elektronik, masak Shimano hanya dua level?

Secara konfigurasi, Dura-Ace dan Ultegra baru juga tidak bikin "wow" seperti ketika SRAM kali pertama merilis wireless pada 2015 lalu. Karena Shimano sekarang menerapkan semi-wireless. Hanya shifter-nya berkomunikasi secara wireless kepada rear derailleur (RD), yang tersambung secara kabel dengan front derailleur (FD) dan baterai internal.
Ini bukan baru. Produsen komponen kelas dunia dari Taiwan, FSA, sudah lebih dulu menerapkan pola ini sejak beberapa tahun lalu. Lewat FSA K-Force WE (test ride Mainsepeda.com klik di sini).

Bedanya, FSA menaruh "otak" di FD, sementara Shimano di RD.
Kabar baik dari Shimano adalah: Tidak ada lagi junction box/port terpisah untuk charging, yang posisinya bisa merepotkan. Semua kini bisa diakses di RD.

Kembali soal mekanikal, rasa penasaran sekarang memang akan tertuju ke 105 baru nanti. Sisi positif lain, fokus ke elektronik ini semakin membuka peluang bagi produsen grupset lain untuk "mengisi" pasar mekanikal dan pasar harga lebih terjangkau.

SENANG ATAU SEDIH: KETANGGUHAN CRANKSET
Shimano masih keukeuh menggunakan bahan aluminium untuk memproduksi crankset Dura-Ace dan Ultegra. Walau desain yang baru berbeda, prinsip konstruksinya sama ("kopong").

Sudah bukan rahasia, banyak kejadian crankset patah/retak/rusak. Saya pernah mengalami, ada teman yang pernah mengalami beberapa kali.

Seharusnya Shimano memikirkan ini. Tapi hanya waktu yang akan menjawabnya.

SEDIH: GOODBYE GRUPSET RINGAN
Kira-kira satu atau dua generasi grupset yang lalu, perangnya ada pada bobot. Khususnya ketika era puncak mekanikal. Siapa bisa membuat kelompok grupset paling ringan. Tampil sebagai juara adalah SRAM Red 22. Pada dasarnya, kalau ingin membuat sepeda paling ringan, harus pakai grupset itu. Bobot totalnya under 2 kg. Bahkan di kisaran 1.800 gram.

Belakangan, khususnya ketika makin fokus ke elektronik dan disc brake, pembicaraan soal bobot itu "disembunyikan." Jarang sudah grupset di bawah 2 kg. Memang, disc brake menjadi sumber bobot utama. Tapi perangkat gerak elektronik tidak menolong menurunkan bobot. SRAM Rival AXS yang wireless misalnya, sangat mudah menembus 3 kg!
Dura-Ace dan Ultegra 12-speed baru juga tidak pernah menonjolkan keunggulan bobot. Hanya mungkin bisik-bisik saja saat bicara bobot. Pada dasarnya, yang Dura-Ace kini di kisaran 2,5 kg, sementara Ultegra di kisaran 2,7 kg. Dua-duanya sedikit lebih berat dari versi sebelumnya.

Ironis, saat frame berlomba ringan, keunggulannya langsung di-cancel oleh bobot grupset.

SEDIH: JURANG HARGA
Saya kira tidak perlu ditanyakan soal harga. Dura-Ace dan Ultegra baru pasti bukan masuk kategori terjangkau. Harga yang dianjurkan untuk Dura-Ace baru ini di kisaran USD 4000, sedangkan yang Ultegra USD 2.400. Secara fungsi keduanya hampir sama, perbedaan paling mencolok di bobot (selisih 200 gram).

Seperti biasa, pada awalnya, akan ada yang mau bayar mahal untuk dapat duluan. Baru beberapa bulan kemudian harga menjadi normal, berapa pun itu.

Bagi yang mampu, no problem. Bagi penghobi baru yang terbatas kemampuannya, ini semakin menciptakan kesenjangan. Apalagi sepeda sekarang sudah semakin meluas, tidak seperti lima tahun lalu.

Walau sekali lagi, positifnya ini memberi ruang bagi merek/produsen lain untuk mengisi kekosongan pasar. Karena untuk industri ini, secara keseluruhan, yang paling penting adalah semakin banyak orang bersepeda bukan? (azrul ananda/habis)

Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 54

Foto: Shimano


COMMENTS