Pengundian Grand Prize dan Tanam Kopi Tutup Journey to TGX

Rofizal Fais saat menerima grand prize frameset Wdnsdy Bike AJ62 dari co-founder Wdnsdy Bike John Boemihardjo.

Tuntas seluruh rangkaian Journey to TGX. Pagi ini (3/12), lebih dari seratus peserta, ikut climbing coffee ride ke Dilem Wilis, perkebunan kopi zaman Belanda. Jarak hanya 20 km dari Pendopo Kabupaten Trenggalek, namun dengan elevasi yang mencapai 770 meter, rute itu menjadi ”bonus” yang cukup seru.

Abah Asril dan M. Hanif yang finis pertama dan kedua di Journey to TGX, ikut nanjak. Pun founder Mainsepeda Azrul Ananda. Total peserta yang ikut climbing coffee ride tidak sampai sepertiga total peserta yang mencapai 450 cyclist. Sebagian besar absen karena sudah cenut-cenut menuntaskan gowes 250 km dari Surabaya menuju Trenggalek. Sebagai catatan 268 peserta finis setelah matahari terterbenam. Bahkan ada yang nekat menyelesaikan rute sampai tiba di Pendopo 23.30. Tentu saja, bagi yang finis setelah cut off time 22.00, tidak mendapatkan finisher trophy.

Bupati Trenggalek M Nur Arifin juga hadir beserta Kapolres AKBP Gathut Bowo Supriyono serta Dandim Letkol Czi Yudo Aji Susanto.

Azrul Ananda bersama Bupati Trenggalek M. Nur Arifin (tiga dari kanan), Kapolres AKBP Gathut Bowo Supriyono (dua dari kanan), Dandim Letkol Czi Yudo Aji Susan (empat dari kanan), serta para cyclist di Dilem Wilis pagi tadi.

”Bagi saya yang belum lama sepedaa, ride ke Dilem Wilis sangat menantang. Apalagi sehari sebelumnya dihajar Surabaya-Trenggalek, saya baru finis sekitar pukul delapan malam,” Rofizal Fais. ”Tapi Alhamdulillah, dapat rezeki grand prize frameset Wdnsdy Bike,” kata cyclist asal Bangkalan dengan nomor BIB 335 itu.

Di Dilem Wilis para cyclist disuguhi pemandangan yang indah. Areal pabrik kopi zaman Belanda itu seperti di tengah kecungan mangkok raksaa. Kanan kiri perbukitan dan tebing tinggi. Di dasar lembah, mengalir sungai dengan air yang jernih.

Lidah para peserta juga dimanjakan dengan menu-menu istimewa khas Trenggalek. Ada lodho ayam, pepes tuna, botok jamur, dan nasi gegok. Nasi gegok oleh banyak cyclist disebut mirip onigiri yang dijual di minimarket. Bedanya ”onigiri” khas Trenggalek dibungkus daun pisang, onigiri ala Jepang dibungkus plastik.

”Nasi gegok ini punya sejarah tersendiri. Di masa perang kemerdekaan dulu di kawasan Trenggalek, menjadi menu tentara Indonesia saat gerilya. Terdiri dari nasi dengan lauk ikan dan sambal, dibungkus dengan daun pisang lalu dikukus, bisa tahan tidak basi beberapa hari,” jelas Bupati Trenggalek M. Nur Arifin.

Azrul Ananda mengucapkan terima kasih kepada Bupati Arifin dan seluruh jajaran Pemkab Trenggalek sehingga Journey to TGX terselenggara dengan sangat baik. Ia pun yakin tahun depan akan lebih banyak peserta yang ikut dan eksplor Trenggalek.

”Tahun depan bandar udara di Kediri sudah beroperasi, katanya Mas Bupati bahkan akhir tahun ini sudah ada penerbangan perdana, tentunya itu akan membuka banyak oportuniti bagi pengembangan tourism. Ada banyak peserta Journey to TGX dari luar kota atau luar pulau, harus ke Surabaya dulu, Kalau bisa landing ke Kediri kan kurang dari satu jam ke Trenggalek,” jelas Azrul.

Aude Le Gorec saat menanam kopi di Dilem Wilis pagi tadi.

Menutup rangkaian climbing coffee ride, dilakukan penanaman kopi di Dilem Wilis. ”Ini kopi saya, cepat tumbuh ya, sampai jumpa lagi,” kata Aude Le Gorec cyclist asal Norwegia yang tinggal di Bali. (*)

 


COMMENTS