Touring yang Menguji Mental dan Sepeda

Manado Cycling Mania (MCM) ingin membuktikan eksistensi komunitasnya dengan mengadakan turing antar kota. “Kalo sekedar turing 100-150 km sudah sering kita lakukan. Misal dari Manado ke Kotamobagu itu sudah 160 km,” buka Royke Hendra Kalangi, salah satu pentolan MCM.

Tapi Royke mengaku dirinya merasa tertantang ketika bertemu dengan Azrul Ananda di salah satu even sepeda bulan Juli lalu. “Waktu itu kita ngobrol santai sambil riding. Lalu tiba-tiba Azrul bilang Manado bikin even yang menghebohkan, donk!” tuturnya.

Nah, sepulang dari even di Yogyakarta itu, Royke terus kepikiran membuat even heboh. Apalagi sebetulnya MCM sendiri sudah ada keinginan tapi memang belum terealisasi.

Tour Merah Putih Gorontalo-Manado 400 km start dari hotel Maqna di kota Gorontalo, Sabtu 25 Agustus.

“Kita ini hanya komunitas dan anggota kami semuanya mempunyai kesibukan yang bejibun. Dan susah juga cari event organizer yang paham sepeda. jadi itulah kendala kami,” imbuh Royke.

Akhirnya, Royke memberanikan diri melempar tantangan bikin even heboh dari Azrul itu ke grup aplikasi Whatsapp MCM. “Eh, ternyata respon teman-teman sangat antusias dan ingin segera direalisasi!” bilang Royke sumringah.

Bahkan dr. Enrico Rawung, yang menjabat sebagai kepala RSUD Noongan di Minahasa menyibukkan diri dengan desain, pesan jersey dan urusan administratif. Andri Setio, pengusaha sukses sekaligus aktivis gereja Mawar Sharon Manado bersedia menjadi bendahara.

Rute hari pertama Tour Merah Putih yang dipenuhi dengan tanjakan pendek tapi curam.

Ferry Palar, pentolan komunitas MCM bersedia sebagai ketua panitia. Yang paling sibuk mengatur segala sesuatunya. Sedangkan Royke sendiri kebagian tugas mencari jalur dan hal teknis bersepeda. Selesai urusan pembagian tugas, giliran “cari duit” sponsor, Hanny Lumesar yang piawai menggalang dana. 

“Lagi-lagi teman-teman kompak semua. Mayoritas pengusaha anggota MCM mendukung acara ini dengan menyediakan dana,” tutur Hanny, pengusaha distributor kasur Comforta. Semuanya terjadi begitu cepat. Menurut Enrico, segala persiapan ini tidak sampai sebulan sudah realisasi.

Diputuskan even dilaksanakan tanggal 25-26 Agustus. Masih dalam nuansa perayaan kemerdekaan Republik Indonesia. Juga euforia semangatnya Asian Games Jakarta – Palembang. 

Tour Merah Putih hari kedua dari Kotamobagu menuju Manado disuguhi pemandangan yang spektakuler.

Soal jalur, Royke sempat galau. “Awalnya, agar mudah, kita start dari Manado menuju Gorontalo. Jarak kedua kota ini persis 400 km. Dua-duanya kota besar. Diputuskan juga bermalam di Kotamobagu. Hari pertama adalah 160 km. Hari kedua 240 km. Setelah disurvei, tanjakan-tanjakan yang berat justru di hari kedua dan kasihan cyclistnya. Ah, dibalik sajalah. Dari Gorontalo ke Manado. Semua anggota MCM menyetujuinya,” cerita Royke.

Beruntung, di Gorontalo ada kenalan cyclist yang juga tak kalah “gilanya”, Rengkong Wangsa. Pemilik kafe Domestique Gorontalo sangat antusias ingin menyukseskan acara ini. 

Rengkong Wangsa (kiri) dan Royke Hendra (kanan), duet pencetus turing Gorontalo-Manado 400 km dalam 2 hari.

“Berangkat dari atau menuju Gorontalo terserah. Pokoknya saya mau jadi bagian dari even besar Sulawesi Utara. Mengangkat nama cyclist Sulawesi dan MCM,” tekadnya.

Akhirnya, hari yang ditunggu datang juga. Royke tidak menyangka. Even yang harusnya diadakan untuk kalangan sendiri ini mendapatkan respon positif dari komunitas luar Sulawesi Utara. Ada dari Makassar, Jakarta dan Surabaya.

Benny dari MCC Makasar merasa tertantang harus bisa menyelesaikan turing ini.

“Kita berdua antusias ikut karena tertantang dengan dua kota dalam dua hari ini. Apalagi jaraknya tidak main-main. Sudah seperti balapan sepeda grand tour yang sehari melahap ratusan kilometer dan berpindah-pindah kota,” tutur Benny dari MCC (Makasar Cycling Club) yang datang bersama Dwi. 

Andry Setio (helm kuning) bersama rombongan melewati jalanan kerikil gravel di hari pertama Tour Merah Putih 2018.

Start dari pertama dari hotel Maqna di Gorontalo tepat pukul 6 pagi. Melihat profil dari rute hari pertama, mayoritas rolling. Hanya di kilometer terakhir yang ada tanjakan lumayan panjang. Tapi, setelah dijalani justru rollingnya ini yang “membunuh”.

“Bayangin ya. Nanjaknya sih pendek tapi sekali naik gradien pasti minimal 12 persen dan maksimal 18-20 persen. Nggak panjang lalu turun lagi. Begitu terus sepanjang hari pertama itu. Serasa seperti ditampar berulang kali! Udah enak turunan, eh ditampar naik lagi, lalu turun lagi, ditampar naik lagi,” celoteh Vee Gusti, peserta dari Jakarta. 

Vee Gusti, cyclist asal Jakarta yang merasa seperti "ditampar" berulang kali pada hari pertama Tour Merah Putih 2018.

Tapi rute hari pertama itu dibayar dengan keindahan pantai. Hampir di sepanjang rute, cyclist menyisir pantai dengan aroma laut yang khas dan deburan ombak yang merdu. 

“Selain puluhan tanjakan kecil rolling, hari pertama itu kita melewati Olele climb 2,1 km dengan gradien maksimal 12 persen. Olele ini kita lewati dua kali dari jalan yang berbeda. Juga ada tanjakan Molibagu-Doloduo climb sejauh 5,72 km dengan gradien rata-rata 6 pesen,” jelas Royke yang kerap dipanggil coach. 

Akhirnya pukul 7 malam, 40an cyclist finis bersama di hotel Sutan Raja di Kotamobagu. Semuanya kecapekan tapi membawa cerita seru! “Tidak akan aku lupakan rute hari ini. Yang bikin rute mantap!” seru Melia Sutedja, cyclist asal Jakarta. Garmin mencatat hari pertama gowes sejauh 240 km dengan elevation gain 2.800 meter! 

Hari telah gelap ketika finis turing hari pertama di Kotamobagu.

Royke memberi dispensasi, start hari kedua, Minggu 26 Agustus dimundurkan 30 menit. “Alhamdulillah, bisa molor dikit bangunnya,” sambut Dwi, peserta asal Makasar. 

Memang hari kedua ini tidak seberat hari pertama dan lebih “tegas”. Artinya benar-benar menanjak bukan rolling. “Hari ini menu kita adalah tiga tanjakan legendaris. Bahkan tanjakan terakhir nanti, mayoritas cyclist Manado tidak mau melewatinya!” bilang Royke saat brifing pagi. Alamak!

Pukul 6.30 pagi, 40an cyclist keluar dari hotel Sutan Raja Kotamobagu. Tanpa pemanasan langsung menyantap Modayag Climb sejauh 17.2 km menuju kebun Strawberry yang berlokasi di Moat Modoinding. 

Sesampainya di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. Udara sejuk, pemandangan indah makin klop ditemani bubur, mie cakalang hangat khas Manado dan kopi susu. 

Bersantai sejenak di kebun Strawberry di Moat Modoinding.

Setelah itu, tanjakan kedua harus dihadapi. Lebih pendek, tapi lebih curam. Tompaso-Motoling climb sejauh 7,2 km dengan gradien rata-rata 5 persen. 

Usai melahap tanjakan kedua, cyclist diberi kesempatan istirahat makan siang di salah satu rumah warga di Amurang. “Sengaja pilih rumah warga ini agar dapat nuansa homey dan masakan rumahan ala Manado,” bilang Enrico. 

Setelah makan siang ini, Royke mengumumkan bahwa tanjakan terakhir ini tidak panjang tapi mematikan! “Hampir semua cyclist Manado tidak mau lewat sini. Tapi kita akan lewat sebagai klimaks dari perjalanan panjang kita. Setelah nanjak ini, kita akan makan es campur paling enak se-Manado,” janjinya.

Nama tanjakannya Maruasey-Munte climb 4,36 km dengan gradien rata-rata-rata 10 persen dan beberapa titik 18-20 persen. Semua cyclist sanggup menyelesaikan tanjakan ini dengan sukses.

Tanjakan Maruasey-Munte climb adalah tanjakan pamungkas di Tour Merah Putih hari kedua. 

Memasuki kota Manado, beberapa kali berhenti di landmark kota untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. “Tidak kusangka saya bisa menyelesaikan ini walaupun badan rasanya remuk,” celoteh Simon Pasaribu, peserta dari Jakarta yang sangat lahap menikmati semua makanan olahan Tuna di Tuna House, tempat finis even Tour Merah Putih.

Simon Pasaribu sangat gembira bisa menyelesaikan turing ini.

Jiril Kandouw Kumajas, cyclist kelahiran Manado tapi tinggal di Jakarta ini juga puas dan takjub dirinya bisa menyelesaikan even ini. “Even ini seperti ajang uji coba sepeda. Mulai jalan aspal mulus, jalan jelek berlubang, jalan makadam, kerikil gravel, hujan, panas semuanya lengkap selama dua hari ini. Bahkan saya harus menanjak 18 persen di kerikil gravel! Benar-benar menguji kemampuan sepeda dan mental kita,” tuturnya sesaat setelah menerima medali finisher dari Ferry Palar dan Royke.

Jiril Kandouw Kumajas sangat puas dengan rute dua hari yang menguji mental dan menguji kekuatan sepeda dari Gorontalo ke Manado.

Ferry sangat gembira. Berulang kali cyclist pengguna Scott Foil ini mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan teman-teman MCM dan sponsor. "Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Comforta, Buana Oto Mandiri, Domestique restoran, RSU Noongan, Trinity, Pertamina, Tuna House dan Bank Dana Raya yang telah mendukung acara kami ini," tutur Ferry.

Royke menambahkan, bahwa ada dukungan juga dari Dunia Sepeda, TnT Interior, Astra Manado, Bread Factory, Bank SulutGo dan Victory Futures untuk menyukseskan even besar pertama MCM.

“Ini merupakan even pertama kami, mohon dimaafkan apabila banyak kekurangan. Dan ini akan menjadi evaluasi tim MCM untuk membuat even lagi yang lebih rapi, lebih akurat jadwalnya di masa yang akan datang. Soal rute pasti masih akan menantang,” bilang Ferry. 

Pemandangan pantai dan aroma laut di hari pertama sangat menghibur.

Usai Tour Merah Putih, teman-teman MCM sudah harus mempersiapkan even berikutnya. Cycling Manado Fiesta yang digelar tanggal 8 September. “Program pemerintah kota dan minta tolong MCM untuk membuat even bersepeda agar nama Manado makin dikenal di luar Sulawesi. Hotel, makan, biaya pendaftaran dan hadiah lomba ditanggung pemerintah kota. Jadi kita harus sukseskan ini sebagai program kami mendukung Germas (Gerakan Masyarakat Sehat) Manado!” tutup Royke. (mainsepeda)

Start turing Tour Merah Putih hari kedua dari hotel Sutan Raja Kotamobagu.

Berfoto bersama di landmark kota sesaat sebelum memasuki kota Manado.

Tempat finis Tour Merah Putih di Tuna House Manado, Minggu 26 Agustus.

 

Foto : dokumentasi tim Tour Merah Putih 2018


COMMENTS