Kolom Sehat: Unity in Diversity

| Penulis : 

Baru saja kita melalui 17 Agustus 2021, Selasa lalu. Momen di mana bangsa Indonesia merayakan kemerdekaannya. Tahun ini rasanya kurang meriah. Lomba-lomba di kampung, sekolah, atau di kantor harus ditiadakan. Sebab kita masih mengikuti protokol kesehatan yang cukup ketat.

Tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat rakyat Indonesia untuk merayakan kemerdekaannya. Bendera Merah Putih terpasang di depan rumah. Aneka ornamen dengan tema dan warna serupa juga tidak pernah absen menghiasi lingkungan tempat kita beraktivitas,

Semangat kemerdekaan ini begitu terasa. Banyak semboyan atau ungkapan kemerdekaan yang dikumandangkan. Seperti Sekali Merdeka Tetap Merdeka, NKRI Harga Mati, dan masih banyak lainnya.

Perhatian saya tersita pada semboyan bangsa ini yang di kemas dengan Bahasa Inggris, yakni Unity in Diversity. Pertama, saya melihatnya ketika frasa ini menjadi inspirasi SUB untuk jersey kemerdekaan 2021. Bersatu dalam keberagaman. Bhinekka Tunggal Ika, semboyan bangsa yang tertulis di lambang negara Indonesia.

Apa saja nilai bersatu dalam keberagaman yang relevan saat ini? Artinya sangat luas. Paling tidak saya membahasnya yang seputar bersepeda. Booming sepeda yang dimulai tahun lalu membuat begitu banyak orang gowes.

Walau road bike tampak menjadi mayoritas, tetapi masih banyak jenis sepeda lain yang berbagi jalan di Indonesia ini. Ada sepeda tandem, sepeda pasar, sepeda kebo, sepeda mini, sepeda lipat, mini velo, sepeda gunung, sepeda gravel, dan masih banyak yang lain.

Tiap jenis sepeda yang dipilih pasti punya kelebihan dan sisi lain di balik kelebihan itu. Pilihan yang berbeda-beda itu membuat keberagaman jenis sepeda yang ada di jalan, bersatu dalam satu hobi: hobi sepeda.

Hobi sepeda ini juga mempersatukan aspek perbedaan pesepedanya. Macam asal lingkungan sosial setiap pesepeda, berbeda jenis pekerjaan, asal suku, budaya, dan agama. Tapi kita bersatu dalam satu dunia: dunia sepeda.

Tiap-tiap kita tahu dan sangat paham kalau kewer itu menyakitkan. Teman jahat itu sering ditemui. Menanjak itu melelahkan dan turunan adalah bonus. Mau kuat atau tidak, setiap pesepeda pasti paham.

Orang yang tidak bersepeda tidak mengerti betapa sakralnya aplikasi Strava. Mereka tidak paham betapa bangganya jika kita beli jersey size kecil. Yang paling penting, orang tidak bersepeda tidak tahan pedasnya bully verbal di grup chat atau media sosial. Pesepeda yang nggak pernah di-bully ya pesepeda yang gowes sendiri, setahu saya.

Kalau Anda hobi bersepeda, nikmatilah sepedaannya, temukan semangat unity-nya. Semangat yang mempersatukan. Karena kalau kita mengabaikan perbedaannya, niscaya hidup kita lebih simpel dan tidak pusing memikirkan perbedaan itu. Tetaplah bersepeda dan semoga kita selalu aman di jalan. (johnny ray)

Populer

Ratusan Cyclist Ramaikan Gowes Rayakan HUT Kota Malang ke-110
Preview Bromo KOM Kategori Men 60+: Ambisi Besar Soetanto Tanojo Rebut Kembali Gelar Bromo KOM 
Tadej Pogacar Melawan Dirinya Sendiri di Giro d'Italia
Valtteri Bottas, Pembalap F1 Menuju Kejuaraan Dunia Gravel UCI
Kalender Event Mainsepeda 2024: East Java Journey Pertama, Bromo KOM X 18 Mei
Please Welcome, Feeling Susanty! Debutan Bromo KOM dari GLCCC
Juarai Eschborn-Frankfurt, Maxim Van Gils Resmi Angkat Trofi WorldTour Perdana
Kolom Sehat: Sisi Lain Bromo
Bike and Camp, Cara Unik Mumed CC Gelar Acara Halal Bihalal 
Carlos Rodriguez Bungkus Gelar Juara Umum Tour de Romandie