Kolom Sehat: Cyclist Santun dan Ayam Satu Ekor

Mainsepeda.com beberapa hari lalu ikut membahas berita tentang pesepeda yang dianggap kurang "pantas" karena menaiki sepedanya ketika di dalam kafe. (Bagi yang belum membaca: Sepeda Wajib Dilipat Sebelum Masuk Kafe atau Mal). Om Baron selaku founder BOGI (Brompton Owner Group Indonesia) telah berusaha meluruskan permasalahannya. Agar masyarakat tidak mengeneralisir pesepeda lain. Karena walau sepedanya sama, yang mengendarai kan orangnya beda.

Harus diakui, sedang ada masa booming sepeda setelah masa PSBB dinyatakan berakhir. Begitu banyak sepeda memenuhi jalan. Tanpa mengurangi rasa hormat, biasanya yang bergerombol dan berjumlah banyak akan merasa lebih benar dari yang lain. Tapi bukan berarti kita harus mengabaikan kepentingan orang lain.

Para cyclist seharusnya sadar kalau olahraga sepeda ini dipilih karena risiko penularan virusnya rendah. Juga berguna untuk menjaga kesehatan kita. Nah, tugas kita sebagai cyclist --baik yang lama maupun baru-- adalah untuk terus menjaga image tersebut.

Karena itulah, saya ingin membahas bagaimana kita harus berlaku di tempat istirahat atau di tempat makan.

Untuk sepeda lipat (seli), sebaiknya dilipat dan ditaruh di tempat yang sudah disediakan oleh pemilik resto. Kalau sepeda jenis lain, yang tidak memungkinkan untuk dibawa masuk resto, mungkin bisa ditaruh di tempat yang tetap bisa kita awasi keberadaannya. Apalagi kalau resto itu tak punya tempat parkir khusus sepeda.

Jangan memilih resto yang aneh-aneh. Misalnya yang terletak di dalam gedung, yang tempat parkir sepedanya jauh. Mungkin lebih baik berhenti di mini market yang menyediakan kursi lalu membeli makanan dari resto yang diinginkan melalui ojol. Ambience bakal beda jauh, tapi lebih saling menjaga.

Selain parkir sepeda, kita juga harus memperhatikan kondisi kita saat memasuki sebuah resto. Keadaan pandemi sekarang membuat orang-orang non-cyclist "takut" terkontaminasi virus. Sementara cyclist usai bersepeda biasanya badannya masih basah dengan keringat. Plus kadang masih membawa "parfum alami" badan masing-masing.

Daripada membuat orang lain tidak nyaman, mungkin kita saja yang mengalah dan memilih tempat duduk agak lebih pojok. Atau bahkan di luar. Jangan sampai orang awam antipati terhadap pesepeda.

Kemudian soal "filter mulut." Sudah bukan rahasia, selalu ada anggota grup sepeda yang kalau ngobrol suaranya keras. Selain itu, bahasa dan temanya juga tanpa filter. Kalau ada yang begitu, tolong perhatikan sekeliling. Ada ibu-ibu dengan anak kecil atau tidak. Sekali lagi, untuk menjaga kesan baik pesepeda.

Terus terang, di kelompok saya pun ada yang begitu. Kadang saya malu, dan sering tidak bisa pindah tempat duduk. Apalagi lauk dan nasi masih banyak. Saat seperti itu, saya hanya berharap kalau ibu-ibu di sekeliling tidak mengenali saya.

Tapi akhir-akhir ini teman saya itu tidak pernah ikut makan. Dia suka putar balik di tengah jalan dan makan sendiri. Mungkin, dia sibuk atau menemukan pendengar lain...

Saat pesan makan, tolong sebisa mungkin jangan sambil senyum-senyum. Karena pihak resto bisa salah paham. Ini pengalaman pribadi. Beberapa tahun lalu, saya memesan ayam satu. Tepatnya satu ekor utuh. Sampai semua yang lain selesai, saya masih belum dapat makanan. Ketika ditanyakan, ternyata sang penerima order mengira saya bergurau saat memesan ayam satu ekor utuh itu...

Alhasil, ketika pesanan saya benar-benar keluar, teman-teman yang lain terpaksa harus menunggu sampai satu ekor ayam utuh itu saya habiskan. Mungkin kalau saya memesannya serius, teman-teman tidak sampai menunggu seperti itu.

Kesopanan mungkin adalah hal yang sudah sewajarnya. Hanya kadang, bila tidak diingatkan, kita bisa lengah dan menjadi kurang sopan. Tetap sopan ya gaeess, agar pengguna jalan lain dan orang-orang non-cyclist bisa terus menghormati kita juga. Baik di jalan maupun di restoran.(Johnny Ray)

Foto-Foto: Pinterest dan Urkai


COMMENTS