Sepuluh Sepeda Favorit Saya (Hingga Saat Ini) - Seri 2

Lima sepeda pertama favorit saya punya cerita khusus dalam mendapatkannya. Lima berikut ini mungkin tidak seheboh seri sebelumnya. Tapi salah satunya adalah favorit saya dalam mengikuti event-event atau acara-acara gowes.

 

6. Cannondale SuperSix Evo Hi-Mod (Gen 1)

Saking sukanya saya naik Cannondale SuperSix Evo Hi-Mod ini, saya sampai sempat beli lima biji. Ini generasi pertama, seperti yang dipakai Peter Sagan saat masih bersama Cannondale. Kenapa enam? Karena ada versi pertama 2011, ada versi tim pertama 2012, versi tim 2013, lalu versi hitam-putih biasa yang saya cat ulang hijau polos, serta edisi Peter Sagan 100 tahun Tour de France.

Kalau Anda bertemu saya antara 2012 hingga 2015, maka saya selalu menggunakan SuperSix Evo saat event-event besar. Sepeda ini memiliki geometri dan bentuk "tradisional" double-diamond, dan punya karakter "netral" yang nyaman untuk segala medan. Apalagi dipadu SRAM Red 11-speed doubletap, grupset yang sangat saya sukai karakternya.

Beberapa sepeda itu sudah saya jual, tapi tiga masih saya simpan. Yang 2013 ditandatangani oleh para pembalap Cannondale, termasuk Peter Sagan. Yang edisi 2012 masih saya simpan juga (foto di atas). Begitu pula yang edisi 100 tahun Tour de France.

Saya sempat membeli juga SuperSix Evo generasi kedua. Saya menyebutnya seperti "pacar lama yang lebih kurus." Tapi kebetulan saya tidak pernah "klik" dengan sepeda ini, lebih cocok dengan generasi pertama.

 

7. Cannondale Tandem 1

Tidak sedikit cyclist yang "menulari" istrinya bersepeda. Kadang ada masalah, jadi tidak sabar kalau harus selalu menunggu sang istri yang mungkin lebih pelan (walau kadang yang cowok lebih pelan). Solusinya: Sepeda tandem.

Pada 2015, saya dan beberapa teman di Surabaya membeli Cannondale Tandem 1 ini. Sebuah sepeda balap tandem dari bahan alloy, menggunakan grupset Shimano Ultegra 10-speed dipadu sistem belt drive.

Ini sepeda cepat! Lebih penting lagi, ini sepeda yang memastikan istri tidak ketinggalan jauh di belakang. Saking asyiknya, saya dan istri pernah mudik ke rumah orang tuanya di Kediri (125 km dari Surabaya) menggunakan sepeda ini. Belakangan, saya mengajari anak pertama saya gowes bareng juga naik sepeda ini.

Oh ya, pernah suatu waktu sepeda ini "menghadiahi" saya uang Rp 100 juta. Tidak perlu diceritakan panjang. Pokoknya melibatkan taruhan balapan dan saya menang. Lawan pakai sepeda road biasa, saya diberi "handicap" dengan membawa istri yang tidak boleh ikut memutar pedal... Untung menang! 

 

8. Condor Super Acciaio (Rapha Condor JLT)

Sepeda ini membuat saya punya cinta khusus dengan sepeda besi (steel). Condor adalah merek legendaris Inggris, dengan frame besi buatan Italia. "Super Acciaio" artinya steel super. Saya tertarik dengan sepeda ini, karena pada 2013 sepeda besi ini masih digunakan oleh tim continental Inggris, Rapha Condor JLT, untuk balapan. Melawan sepeda-sepeda karbon modern.

Saya pun memesan sepeda dengan spek sama persis dengan tim. Menggunakan grupset Campagnolo Record, wheelset Campagnolo alloy, komponen Deda, dan sadel Fizik. Tidak ketinggalan pedal Speedplay warna pink. Corak warna frame-nya bakal "abadi." Corak hitam dengan sentuhan putih dan pink "Rapha."

Sepeda ini benar-benar cepat dan lincah. Karakternya "hidup" mirip karbon walau sedikit lebih berat. Sampai hari ini, Condor ini masih sering saya gunakan untuk jarak jauh dan menanjak.

 

9. Pegoretti Marcelo (eks Simon Mottram)

Rasanya memang belum jadi kolektor kalau belum punya Pegoretti. Apalagi setelah Dario Pegoretti meninggal dunia. Nah, Pegoretti saya yang pertama adalah sebuah Marcelo, bukan yang paling mahal (Responsorium). Marcelo (resminya Mxxxxxo) adalah versi lebih "kaku dan balap." Responsorium adalah versi termewah yang lebih nyaman.

Marcelo saya juga bukan corak khusus "ciavete." Warna hitam dan putih. Plus, saya membeli sepeda ini dalam kondisi bekas. Yang membuat saya mau, karena pengendara sebelumnya adalah Simon Mottram, founder dan CEO Rapha. Kebetulan, saya dan teman-teman beberapa kali gowes dengan Mottram. Baik itu di Italia, Australia, maupun saat menonton kejuaraan dunia di Richmond, Amerika Serikat.

Kebetulan ukuran badan dan sepeda kami mirip. Saya hanya perlu mengganti stem lebih panjang, dari 100 mm ke 120 mm.

Speknya tidak mewah amat. Memakai Campagnolo Record, sadel dan kokpit Fizik, lalu Mottram memakai wheelset custom Zipp 202 dengan hub Industry Nine. Supaya jadi full Italia, saya mengganti wheelset-nya dengan Campagnolo/Fulcrum.

Mottram, seperti kebanyakan cyclist serius, tidak terlalu mengutamakan kemewahan spek sepeda. Yang utama adalah bisa diajak gowes "serius."

 

10. Wdnsdy AJ1

Setelah bertahun-tahun gowes keliling dan mengunjungi markas-markas dan pabrik-pabrik sepeda dunia, bertemu tokoh-tokoh industri dunia, serta mengoleksi sepeda, pada akhirnya kami penasaran dan bikin sepeda sendiri. John Boemihardjo dan saya dapat bantuan input dari teman-teman industri. Khususnya yang di Amerika, yang kemudian jadi konsultan.

Nama "Wdnsdy" (Wednesday) karena kami di Surabaya dikenal dengan gowes hari Rabu. Dan AJ1 (Azrul-John 1) adalah kreasi pertama kami dari nol. Kami ingin sepeda yang benar-benar allround, satu sepeda untuk semua tantangan. Sangat kaku, responsif, dan berkarakter "racing." Dengan bahan terbaik dan harga lebih terjangkau.

Wdnsdy AJ1 kemudian mendapatkan sertifikasi UCI. Tim profesional perempuan Point S-Nokian lantas menggunakannya di balapan-balapan paling bergengsi di Amerika. Meraih hasil baik di sejumlah lomba, termasuk kemenangan. Bangga rasanya melihat sepeda itu berlaga di event-event bergengsi seperti Colorado Classic.

Memotivasi kami untuk terus mendevelop sepeda high performance, dengan harga lebih terjangkau, dengan misi untuk mendorong berkembangnya olahraga sepeda (yang lebih serius) di Indonesia.

 

LAIN-LAIN?

Semua sepeda tentu punya cerita. Ada Baum Corretto edisi Rapha Tour Down Under. Ada Calfee Manta Pro, sepeda bersuspensi belakang pertama. Ada Bastion edisi DemonWorks. Trek Madone. Specialized S-Works McLaren Tarmac. Dan lain-lain. Ke depan, mungkin juga akan ada sepeda-sepeda lain yang memukau dan mendapat tempat di hati. Tapi, sepuluh yang ditulis ini sudah lebih dulu mem-booking tempat di museum hati saya. (azrul ananda/habis)


COMMENTS