Paling Ngeri Lihat Cyclist Tanpa Helm (Saya Sudah Pecahkan Dua Helm)

Ketika gowes, ada dua hal yang bikin saya agak ngeri ketika melihat cyclist lain di jalan. Satu, yang menggunakan earphone, karena dia akan sulit mendengar segala jenis masalah di jalanan. Dua, yang tidak menggunakan helm. Alasannya klise, lindungi kepala. Dan ini berdasarkan pengalaman pribadi, memecahkan dua helm dalam dua jenis kecelakaan yang berbeda. Plus pengalaman seorang sahabat.

Memang, ada beberapa cyclist yang merasa keren ketika gowes tanpa helm. Supaya bisa bergaya “retro,” hanya pakai cycling cap (topi katun).

Di sisi lain, banyak pula cyclist (atau mengaku cyclist) yang hanya menganggap helm sebagai fashion statement. Yang penting keren. Tidak peduli helm itu kebesaran atau kekecilan.

Kecelakaan horor yang dialami bintang dunia Chris Froome, 12 Juni lalu, membuat saya tergelitik untuk menulis kolom ini. Dia melaju dalam kecepatan 55 km/jam di sebuah turunan, lalu melepas tangan untuk menyeka hidung. Tiba-tiba, angin kencang menyapu sepedanya dari samping.

Andalan Team Ineos (dulu Team Sky) itu terlontar ke tembok rendah sebuah rumah. Tulang paha kanan patah. Siku lengan kanan patah. Beberapa rusuk patau atau retak. Sejumlah luka dalam. Dan kabar terakhir, kata dokter dia sempat kehilangan sekitar dua liter darah.

Di luar semua cedera horor itu, ada satu yang sangat melegakan: Froome sama sekali tidak cedera kepala. Dia sadar, mampu berdiskusi komplet dengan dokter dalam segala prosesi.

Karena dia, seperti semua pembalap profesional, menggunakan helm!

Saya sangat heran, kenapa begitu sulit untuk mengingatkan orang untuk menggunakan helm. Yang lebih heran lagi, kenapa ada orang yang hanya memikirkan helm sebagai barang fashion.

Percayalah, saya sudah dua kali memecahkan helm! Dua-duanya mengakibatkan saya harus masuk ruang operasi, tapi dua-duanya sama sekali tidak ada masalah pada wajah dan kepala!

Azrul Ananda (kiri) dan John Boemihardjo (kanan).

Dan kedua kecelakaan itu sangat berbeda. Saya sangat pelan dan “goblok.” Satu lagi setelah disundul sepeda motor yang melaju dengan kecepatan 60 km/jam.

Sekarang kecelakaan yang “goblok.” Banyak di antara kita (cyclist) mungkin pernah mengalaminya. Apalagi kalau masih pemula. Misalnya karena lupa melepas cleat saat akan berhenti.

Kalau kasus saya, pada 2013, karena lengah saat mengambil bidon. Waktu itu masih relatif pemula. Baru saja belok U-turn ke kanan. Pelan sekali. Lalu saya mengambil bidon dengan tangan kanan. Eh, saya kehilangan keseimbangan dan jatuh “gedebuk” ke kanan.

Alhamdulillah, sepeda Cannondale SuperSix Evo saya waktu itu baik-baik saja.

Tapi ketika duduk di rerumputan di pinggir jalan, saya menyadari ada yang tidak beres. Jari cincin pada tangan kanan saya begitu mudah bergoyang. Saya tidak merasa sakit, tapi ketika diayun-ayun jari itu seperti terlepas bebas.

Setelah X-Ray, ternyata tulang metacarpal-nya patah. Sembuhnya sih tidak sulit. Hari Minggu itu saya operasi pagi, bangun sore untuk nonton balap F1 di televisi, lalu malamnya pulang ke rumah. Senin pagi kembali untuk periksa ke dokter. Dan, karena tidak sakit, Selasa saya sudah gowes lagi walau santai.

Semua itu bisa saya syukuri karena kepala saya tidak apa-apa. Karena saat kecelakaan itu, bukan hanya tulang tangan saya yang patah. Helm saya juga ternyata pecah. Waktu itu saya pakai Rudy Project Airstorm, edisi Team Cannondale.

Saya sama sekali tidak menyangka kalau kepala saya membentur aspal. Baru tahu setelah melihat helm yang pecah. Bayangkan seandainya saya waktu itu tidak pakai helm!

Nah, saya semakin bersyukur memakai helm saat mengalami kecelakaan kedua, akhir September 2018 lalu.

Saya sedang gowes sendirian di Jalan Raya Porong, Sidoarjo. Jalanan sepi dan lebar (tiga lajur). Saya selalu pakai lampu belakang merah yang berkedip. Saya sempat menoleh ke belakang, ada sebuah motor. Saya menoleh karena tidak jauh di depan saya akan pindah jalur untuk putar balik.

Karena ada motor, saya tetap di jalur. Eh, tiba-tiba braaak!! Saya disundul dari belakang. Saya terlempar, dan saya ingat betul semua momennya. Saya tidak pernah kehilangan kesadaran.

Saya ingat betul ujung atas bahu saya menghantam aspal dengan keras. Saya juga ingat sisi kanan kepala saya menghantam aspal dengan keras. Saat itu juga, saya langsung sadar bakal patah bahu. Dan benar, usai pemeriksaan, saya mengalami patah tulang bahu (clavicula), retak scapula, dan retak tiga rusuk.

Alhamdulillah lagi, sepeda saya (Ritte Ace) tetap mulus lus. Pengendara motor itu mengaku mengantuk, dan menabrak saya dengan kecepatan 60 km/jam. Tapi walau mengantuk, dia sangat akurat dalam menabrak lurus ban dengan ban. Jadi tidak ada bagian frame atau komponen mahal lain yang terhantam.

Saya hanya perlu menyetel ruji-ruji wheel belakang.

Operasinya memang lebih kompleks, tapi dalam delapan hari saya sudah latihan di atas trainer (indoor) dengan lengan kanan ditahan. Kemudian, dalam tiga pekan saya sudah kembali gowes di jalan.

Semua bisa terjadi karena kepala saya baik-baik saja. Tidak ada sedikit pun goresan luka di bagian kepala dan wajah.

Helm saya? Pecah! Waktu itu saya pakai POC Octal Aero. Sebuah helm yang banyak orang malu pakai karena bentuknya seperti kepala jamur. Tapi saya termasuk fans POC, dan saya punya koleksi hampir semua model dan warna. Hari itu, saya kehilangan satu koleksi. Tapi helm itu telah menyelamatkan saya.

Sekali lagi, untung pakai helm!

Selain pengalaman pribadi, entah sudah berapa teman atau pembalap yang bercerita tentang bagaimana helm menyelamatkan mereka. Tidak harus yang paling mahal. Pokoknya pakai helm.

Kalau masih belum yakin, sekarang saya mau meneruskan cerita seorang sahabat yang terjatuh “goblok” saat tidak memakai helm.

Edo Bawono, sahabat saya ini (dan salah satu pendiri Strive), pernah hilang kesadaran dan gegar otak. Beberapa tahun lalu kejadiannya.

Waktu itu dia sudah sampai rumah aman dan selamat. Sudah lepas helm. Tapi kemudian putar-putar pelan di jalan depan rumah, dengan alasan untuk mengkalibrasi power meter.

Eh, ada anjing tetangga juga sedang lalu lalang. Entah bagaimana, Edo terjatuh dan hilang kesadaran. Saat gowes sangat, sangat pelan!

“Percayalah, berdasarkan pengalaman saya, apa pun yang kamu lakukan, saat naik sepeda selalu pakai helm!” tegas Edo usai pulih.

Masih kurang yakin? (azrul ananda)

 


COMMENTS