"Pembalap" Madiun yang Suka Kumpulkan Poin ala MotoGP

Waktu itu, sekitar tahun 2000-an, di Madiun banyak komunitas sepeda yang saling bersaing dan tidak dapat menyatu. Membuat iklim bersepeda di Kota Karismatik ini kurang kondusif. Sony Hendarto dan Slamet Santoso berinisiatif menyatukan dua komunitas sepeda di Madiun. Maka tercetuslah nama Ikatan Penggemar Sepeda Madiun (IPSM).

Anggotanya sekitar 40 cyclist dan era itu olah raga sepeda belum booming, jadi anggotanya sempat menurun hingga 20-an cyclist. “Banyak yang pindah keluar kota atau pensiun. Tapi sekarang anggota IPSM sudah mencapai 60-an cyclist,” bilang Sony.

Meskipun awalnya IPSM adalah gabungan klub sepeda, tapi sekarang sudah melebur menyatu. “Mau pengusaha, mau karyawan, dan lain sebagainya kita bersatu tanpa batasan dan kompak membawa nama IPSM karena sepeda menyatukan kita,” cerita Slamet berapi-api.

Hampir tiap hari anggota IPSM bertemu untuk gowes bareng. Kecuali hari Senin. Ride harian itu tidak lama, maksimal hanya 45 menit karena banyak anggota yang bekerja. “Rute harian bisa ke Dungus Kare atau kaki gunung Lawu,” bilang Slamet.

Tapi jika weekend tiba, long ride wajib hukumnya. Minimal dua jam bersepeda. Bisa ke Cemoro Sewu atau Sarangan. “Kami beruntung tinggal di daerah Gunung Lawu, jadi sedikit keluar rumah sudah dapat tanjakan,” tukas Sony lantas tertawa.

Meskipun sudah mengusung semangat bersatu. Tapi persaingan masih tetap kental. Balapan menjadi yang tercepat di kalangan internal IPSM kerap jadi bahan bully-an ketika ada yang kalah. “Itulah obat perekat antar anggota kami,” bilang Sony.

Mengakomodasi hasrat anggota IPSM yang ingin adu kecepatan, IPSM sering bikin lomba kecil-kecilan antar anggota. “Acara lomba RT istilahnya. Dibuat empat atau lima seri lalu tiap seri mendapatkan poin ala MotoGP. Rutenya kadang datar, kadang menanjak, pernah juga ITT,” jelas Slamet.

Uniknya, meskipun ini lomba fun tapi ada juga yang serius. “Ada anggota yang tidak bertegur sapa gara-gara lomba ini. Tapi ada juga yang malah kompakan berkolusi agar bisa menang,” imbuh Sony.

Karena spirit balapan terus, maka sejak tahun 2003, nama IPSM berubah menjadi Ikatan Pembalap Sepeda Madiun. Semua bermula dari saat IPSM menjuarai Tour de Indonesia 2003 Jakarta Bali.

“Saat itu menggunakan pembalap pinjaman dari Sweet Nice. Banyak wartawan yang meledek kami. Baru ‘Penggemar’ aja sudah menang, apalagi kalo ‘Pembalap’. Jadi kami ganti sekalian dengan Ikatan Pembalap Sepeda Madiun,” cerita Sony lantas terbahak.

Selain balapan, tak terhitung berapa turing yang diikuti oleh anggota IPSM. 15 cyclist anggota IPSM pernah gowes Madiun-Bandung 1.000 km. Dan beberapa cyclist lain pernah gowes Surabaya-Jakarta. Bahkan Sony kerap bersepeda turing keluar negeri.

“Meskipun anggota IPSM banyak yang sudah sepuh, tapi semangat turing masih tinggi!” bangga Slamet.

Ingin merangkul lebih luas lagi, Sony dan Slamet membuat Saturday Ride Fever. Nama plesetan dari talkshow terkenal, Saturday Nite Fever itu. “SRC ini adalah kumpulan cyclist dari Madiun raya meliputi Madiun, Magetan, Maospati, Delopo, Ponorogo, Ngawi. Dengan berbagai jenis sepeda. ada road bike, ada MTB,” jelas Sony.

“Kami bagikan jersey gratis untuk digunakan hari Sabtu. Dan sekarang sudah lebih dari 10 klub sepeda di Madiun raya yang tergabung dalam Saturday Ride Fever,” bangga Slamet.

Bahkan, baru-baru ini mereka bisa mengumpulkan dana untuk melaksanakan bakti sosial ke panti asuhan anak berkebutuhan khusus. Yang diakhiri dengan buka puasa bersama.

Kian guyub, setiap ada kegiatan turing pasti diinfokan di Whatsapp Grup Saturday Ride Fever. “Jadi kita saling informasi saling tahu jadwal dan rute gowes komunitas se-Madiun raya ini,” bangga Sony.

Yang unik, di dalam IPSM ada “tukang catat”. Namanya Tan Swie Lay. Usianya sudah 62 tahun. Tapi semangat mencatatnya tidak kalah dengan semangat bersepedanya.

“Saya catat semua rute sepeda, jarak dan jam tempuh, ada kejadian apa di hari itu. Bahkan ada kecelakaan pun saya catat. Bagaimana kronologisnya dan lainnya dengan detil. Saya suka mencatat itu semua dan bisa saya baca-baca lagi di lain waktu,” tutup Swie Lay, panggilan akrabnya. (mainsepeda)


COMMENTS