Cerita Hendra Wijaya Ikuti Transcontinental Race 2022

Hendra Wijaya bersiap di lokasi start Transcontinental Race 2022 di Geraardsbergen, Belgia

Hendra Wijaya menjadi satu-satunya cyclist Indonesia yang turut serta di Transcontinental Race (TCR) 2022. Ini bukan event sembarangan. Sebab TCR menantang peserta untuk gowes sejauh lebih dari 4.000 kilometer membelah Benua Eropa. Konon, TCR adalah salah satu ultra-endurance race terberat di dunia.

TCR merupakan balap sepeda jarak jauh membelah Eropa yang berlangsung sejak 2013. Ajang ini diprakarsai oleh mendiang Mike Hall. TCR 2022 adalah event pertama setelah hiatus selama dua edisi terakhir karena pandemi Covid-19. Gelaran ini kali terakhir diselenggarakan pada 2019 lalu. Cyclist asal Jerman Fiona Kolbinger menjadi pemenang pada saat itu.

Berbeda dengan event ultra-endurance race lainnya, para peserta dibebaskan untuk menentukan rute mereka sendiri. Akan tetapi, mereka wajib melewati parcours atau rute yang harus dilalui di dekat start, sesuai yang ditetapkan oleh penyelenggara. Selain itu, peserta harus melalui Control Point (CP) yang tersebar di beberapa negara.

Balapan dimulai di Geraardsbergen, Belgia dan berakhir di Burgas, Bulgaria. Peserta start pada 24 Juli. Mereka harus tiba di garis finis maksimal 8 Agustus 2022. Peserta wajib melalui empat CP di Krupka (Republik Ceko), Passo di Gavia (Italia), Taman Nasional Durmitor (Montenegro), dan Drumul Strategic Transalpina (Rumania).

Dari Indonesia, ada sosok Hendra Wijaya yang ambil bagian di ajang ini. Hendra memang suka mengikuti event macam TCR. Cyclist asal Bogor, Jawa Barat (Jabar) itu pernah menyelesaikan Silk Road Mountain Race (SRMR) di Kirgizstan selama 15 hari pada tahun lalu. Pada saat itu ia menempuh rute sejauh 1.859 kilometer dengan elevasi lebih dari 34.000 meter.

TCR menjadi salah satu event yang membuatnya penasaran. Untuk mengikuti event ini, calon peserta harus menjawab sejumlah pertanyaan dari penyelenggara. Menurut Hendra, jumlahnya antara tujuh hingga delapan lembar. Pertanyaannya seputar pengalaman gowes hingga pengetahuan seputar sepeda. Penyelenggara juga menegaskan bahwa masing-masing peserta tidak boleh membantu atau dibantu selama event ini berlangsung.

Hendra akhirnya lolos sebagai salah satu peserta di TCR tahun ini. Ia bertolak ke Eropa seminggu sebelum TCR berlangsung. Hendra sudah menentukan rute gowesnya. Jarak yang harus dituntaskan sekitar 4.200 kilometer dengan total elevasi 49.000 meter. Hendra memasang target 14 hari sudah mencapai finis. Paling tidak ia harus gowes sejauh 300 kilometer per harinya.

Akan tetapi, rencana yang sudah disusun ternyata tidak berjalan sesuai dengan harapan. Ia sempat salah jalur tak lama setelah start. Selain itu, Hendra juga tidak familier dengan rute yang dipilih. Apalagi ini adalah kali pertama ia gowes jarak jauh di Eropa. Alhasil Hendra acap kali gowes di trotoar karena takut melanggar aturan lalu lintas di Benua Biru.

"Jadinya sering ragu-ragu. Meski sudah malam dan jalanan sudah sepi pun saya tetap gowes di trotoar. Gowes di trotoar kan tidak enak. Tidak bisa melaju kencang. Akhirnya target 400 kilometer pada hari pertama tidak bisa tercapai. Cuma dapat 350 kilometer saja," aku Hendra.

Hendra mengakui bahwa pengetahuan yang minim tentang jalanan di Eropa benar-benar menguras energinya. Membuat Hendra harus mengorbankan jam tidur di dua hari pertama. "Suatu saat saya ada di Jerman. Setelah gowes di jalur sepeda, saya akhirnya menemui ujungnya, yakni sebuah persimpangan dengan jalan raya yang sangat lebar. Saya memilih jalan kaki ratusan meter saat memasuki jalur besar. Polisi memang tidak ada, tapi saya khawatir disemprot pengendara lain," ungkapnya.

Selain melalui jalan raya, Hendra mengungkapkan bahwa peserta juga diajak blusukan. Mereka melalui jalanan pedesaan di Eropa. Terkadang jalannya benar-benar kecil. Tidak seperti jalur di Pantai Utara (Pantura) atau jalur selatan Pulau Jawa yang lebar-lebar. Soal pemandangan, Hendra memuji panorama gowes sepanjang Austria, Swiss, dan Italia. Ia disuguhi pemandangan Pegunungan Alpen yang sangat indah.

Hendra mendapat problem teknis ketika di Ceko. Sepedanya tidak bisa pindah gir. Hendra coba mengatasinya dengan mencari bike shop di sekitar Ceko. Tapi susahnya minta ampun. Ia bercerita, toko sepeda di sana baru buka pada pukul 10.00 dan tutup pukul 17.00. Sedangkan Hendra sudah start gowes maksimal pukul 05.30. Ia juga mengaku dua kali ditolak oleh toko sepeda.

Suatu ketika ia singgah di sebuah bike shop kecil di Ceko. Jam sebenarnya menunjukkan pukul 16.30. Akan tetapi, mekanik toko tersebut menolak untuk membantu Hendra. "Mekaniknya bilang masih ada satu sepeda milik pelanggannya. Jadi ia tidak bisa membantu memperbaiki sepeda saya. Benar-benar tidak ada toleransi," ungkap cyclist asal Bogor tersebut.

Hendra sudah mencoba datang ke toko sepeda lainnya. Namun respons yang ia terima selalu sama. Kalau pun boleh, Hendra harus mengantre cukup lama. Tentu saja opsi untuk mengantre tersebut tidak bisa dipilih. Sebab Hendra harus mengejar waktu. "Akhirnya saya gowes 450 kilometer di gigi 13-38. Saya gunakan untuk gowes dari Ceko hingga perbatasan Swiss dan Italia," ungkap Hendra.

Perjalanan Hendra akhirnya terhenti di Swiss. Sekitar tujuh kilometer dari Italia. Atau 42 kilometer menuju CP2 di Passo di Gavia. Ia melampaui batas waktu yang ditentukan penyelenggara. Hendra total menempuh jarak 1.850 kilometer selama lebih dari enam hari. Hendra mengaku telah memetik banyak pelajaran di TCR.

"Harus punya basic, bukan sekadar endurance. Sebab ini harus dilalui selama dua minggu. Pengetahuan akan rute juga penting. Semua peserta membuat jalur masing-masing. Tidak boleh menyontek. Saya tidak mungkin menyontek. Sebab saya sendirian dari Indonesia. Sementara peserta lain yang kebanyakan dari Eropa, mungkin sudah tahu jalur yang akan mereka lalui," jabar Hendra.

Sementara itu, ultracyclist asal Austria Christoph Strasser menjadi pemenang TCR tahun ini. Ia menyelesaikan rute sejauh 4.578,52 kilometer dalam 9 hari dan 14 jam. Kecepatan rata-ratanya 24,5 km/jam. Strasser rata-rata gowes sejauh 477,12 kilometer per hari. Sedangkan sang juara bertahan, Kolbinger finis kedelapan pada tahun ini. (mainsepeda)

Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 105

Foto: Dokumentasi Hendra Wijaya


COMMENTS