Gunting bedah, mikroskop, dan scalpel adalah beberapa peralatan yang selalu akrab digunakan oleh dr. Nur Hidajat, SpBS. Seorang dokter spesialis bedah saraf yang saat ini bertugas di rumah sakit di Madiun. Puluhan tahun ia menekuni profesinya tersebut dan banyak nyawa yang terselamatkan karena keahliannya.
Sebagai dokter, ia sadar kesehatan bukan hanya milik pasiennya, tapi juga untuk dirinya sendiri. Terlebih ayah dan ibunya penderita diabetes melitus, Nur pun berpeluang besar mewarisi penyakit berbahaya itu. Satu hal yang sudah dialami saudara-saudaranya.
Akan tetapi, Nur masih terbebas dari penyakit itu, penyakit yang diperkirakan diderita lebih dari 20 juta masyarakat di Indonesia. Lalu apa yang yang membuat Nur tetap bugar? Jawabannya sudah pasti berolahraga.
Baca Juga: Criterium du Dauphine 2025, Etape 2: Jonathan Milan Merebut Kaos Kuning Pogi
"Saya berpegang teguh dengan rekomendasi WHO bahwa olahraga itu minimal 300 menit per pekan. Olahraga apa saja," kata Nur.
Dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedono itu pun akhirnya memilih bersepeda untuk aktivitas fisiknya. Awalnya MTB-an, tapi saat pandemi ia kepincut roadbike. Nur menjajal sepeda putranya yang pernah jadi atlet sepeda jalan raya dan akhirnya jatuh cinta.
dr. Nur langganan event-event Mainsepeda, termasuk Bromo KOM.
"Saya coba roadbike anak kelima saya yang sudah tidak terpakai, kebetulan dulu pernah jadi atlet porprov. Malah keenakan," imbuhnya.
Empat tahunan bersepeda road bike, Nur bukan sekadar bersepeda santai dengan hanya mengelilingi sekitar kompleks perumahan. Di usianya yang kini berkepala enam dan kesibukannya sebagai dokter, Nur sudah terbiasa bersepeda gowes ratusan kilometer. Rute nge-ring Gunung Lawu atau Gunung Wilis dengan jarak di atas 250 Km seringkali ia lahap. Bahkan diwaktu "gabut"-nya, ia pernah bersepeda dari Madiun ke Pacitan PP seorang diri. Nur pun langganan event-event Mainsepeda.
"Prinsipnya saya mencari kesehatan. Hobi bukan atlet. Saya komitmen istiqomah bersepeda," tuturnya.
Baca Juga: Kepincut Off Road, Loops Cycling Meramaikan Nggravel Blitar
Dampak komitmennya itu, Nur mengaku mendapatkan banyak hal. Kesenangan baru, relasi meningkat, dan sudah tentu sehat.
"Saya mendapatkan wejangan dari Abah Tarwi (mantan pembalap legendaris era 1960-an) kalau olahraga itu teratur dan terukur. Oleh karena itu, saya pakai garmin dan cek lab setiap 3 bulan sekali. Ternyata efek sepedaan itu berdampak," tambahnya.
Rutinitas dr. Nur gowes becak ketika cucu berkunjung.
Belakangan ini, cyclist 60 tahun itu menarik perhatian karena ia disebut membeli becak untuk gowes bersama cucu-cucunya. Namun, Nur mengaku tak membeli becak, sekadar menyewa sembari berbagi rezeki kepada pemiliknya.
"Saya pakai momong cucu, gowes mengeliling kota Madiun. Jadi tidak kehilangan momen olahraga, bisa menyenangkan cucu, menyenangkan tukang becak. Saya sewa Rp50 ribu, dia sudah senang," jelas Nur.
Momong cucu dengan menaiki becak ternyata bukan kebiasaan baru. Ia bahkan telah melakukannya ketika anak-anaknya masih kecil. Saat itu, Nur masih bertugas di Puskesmas.
"Sudah dari dulu saya memakai becak untuk momong anak-anak. Saya ajak keliling pedesaan. Waktu itu masih tugas di puskesmas," ungkapnya. (Mainsepeda)