Hadiah Balapan Terbesar, Persahabatan

Jika anda adalah avid cyclist dan suka balapan, boleh daftarkan diri ke Tour of Friendship (ToF) di Bangkok, Thailand. Janganlah berpikir untuk mengejar hadiah, karena ToF ini tidak menyediakan hadiah uang. Tapi rasakan spirit persahabatan yang digaungkan penyelenggara. Persahabatan melebihi uang!

Balap ini mulai diadakan setelah Asian Games 1998 oleh pasangan suami istri Mr Suracharte dan Dr Kai Tanakorn. Waktu itu menyandang nama “Anti Drug Tour of Thailand”.

Saat sang suami meninggal beberapa tahun lalu, Dr. Kai bertekad untuk meneruskan penyelenggaraan balap sepeda amatir ini. Tapi namanya diganti menjadi Tour of Friendship.

Tahun ini, Edo Bawono mengajak enam orang temannya. Mereka sudah booking sejak tahun lalu, cukup bayar pendaftaran 16,900 Baht (sekitar 6 jutaan). Biaya ini meliputi logistik, penginapan dan makanan.

ToF kali ini dibagi 5 etape, hari pertama dengan Individual Time Trial 18 km, dua etape queen stages alias etape menanjak, dan dua etape datar. Kelas pesertanya dibedakan menjadi Open, usia 30-39, usia 40-49, usia 50-59, dan Ladies serta Master (60+).

Menggaungkan persahabatan (friendship), Hartanto, salah satu peserta dari Indonesia benar-benar merasakannya. Berikut cerita Edo dan kawan-kawan saat mengikuti even tahunan yang diikuti oleh lebih dari 250 cyclist dari berbagai negara ini.

 

Edo Bawono (Kelapa Gading Bikers – Jakarta)

Nambah Teman, Sang Kungfu Master

Ini adalah ToF kedua yang saya ikuti. Jarang sekali balapan amatir menawarkan rute yang banyak tanjakan. Rute tipe ini sangat menguntungkan karena berat badan saya lebih ringan dibandingkan bule.

Meskipun power mereka besar tapi terpenalti oleh hukum gravitasi alias power-to-weight ratio. Ini sangat berguna sekali untuk saya “kabur” dan “menyopotkan” mereka dari peloton.

Di tahun kedua ini, saya berhasil menduduki posisi kedua klasemen general classification. Tahun lalu saya nomor lima klasemen itu. Di samping balapan, spirit persahabatan yang membuat saya kagum.

Edo Bawono meraih juara 1 Etape 2 Tour of Friendship 2018.

 

Setiap tahun, saya mendapat kawan baru dengan beragam background. Mulai Google Software analyst dari Swiss sampai eks Olympic Triathlete dari German.

Favorit saya adalah malam terakhir sebelum kami kembali ke Jakarta. Panitia mengadakan makan malam bersama dengan tujuan untuk saling berkenalan. Hadir di situ, juara tim Men Open dari Specialized Roval Racing Shanghai. Juga Zhao Yuan Chi, juara overall kategori Women dari tim yang sama dari Shanghai.

Zhao sangat impresif, sanggup memenangkan lima etape dengan meyakinkan. Jelas saya penasaran! Untungnya, teammate Zhao mau buka rahasia kekuatan Zhao.

Ternyata sebelum cycling, Zhao adalah seorang kungfu master dan pernah berguru cukup lama di kuil Shaolin! Wow, kita tidak pernah tahu sosok menarik siapa lagi yang bisa kita jumpai di ToF!

Edo Bawono (kanan) membawa piala juara 2 general classification, bersama dr. Kai (tengah) dan Sarah Schnider (kiri).

 

Hartanto Bahari Ng (JKTCC – Jakarta)

Anting RD Patah, Akhirnya Sewa Sepeda

Mungkin ini yang dinamakan fighting spirit atau memang kepepet ya? Wkwkwk… Saya nyaris tidak bisa start di Tour of Friendship karena ada masalah besar, anting RD patah saat warming up. Kiamat buat cyclist!

Tapi saya tidak mau menyerah, saya pakai sepeda istri saya di etape pertama. Kekecilan sih, tapi untung cuman 17 km saja. Ketika saya race, panitia bersedia antar istri ke toko sepeda untuk mencari anting Pinarello. Apesnya, tidak ada yang jual! Lemaslah saya…

Nah, inilah spirit of friendship. Tersebarlah berita bahwa saya memerlukan anting RD ke peserta. Banyak yang prihatin dan mau membantu. Akhirnya saya dapat sepeda sewaan seharga 600 Baht malam itu langsung diantar ke hotel.

Sesampai di hotel, masalah lain muncul, ternyata pedalnya Shimano sedangkan saya menggunakan cleat LOOK. Terpaksalah saya bersepeda 90 km dengan sepatu jogging. Alamak, paha jadi sakiiiiiittttt…

Beruntung, Aidy membawa cleat Shimano serep jadi etape berikutnya dapat saya nikmati dengan sepeda sewaan. Di situlah saya merasakan semangat persahabatan meski di tengah iklim kompetisi yang tinggi.

Menurut saya, ini adalah tour sepeda paling oke yang pernah saya ikuti. Panitianya ramah dan siap membantu, water station selalu siaga.

 

Hermansyah Handoko (Kelapa Gading Bikers – Jakarta)

Senang, Kenalan dengan Kolektor Sepeda Antik asal Singapura

Saya sangat terkesan dengan penyelenggaraannya. Terlihat sekali mereka membuat even ini dengan “hati” penuh dengan passion. Biaya juga relatif murah dibandingkan dengan fasilitas yang kita dapatkan.

Selama race berlangsung, suplai minum nggak ada habisnya. Meskipun saya sempat berada di barisan belakang, tapi tetap banyak water supply.

Sejak hari pertama hingga keempat, saya mampu menyelesaikannya dengan baik meskipun harus sering “copot” dari peloton utama.

Sayangnya, di etape kelima saya menyerah. Sudah terlalu capek dan saya sempat diare. Tidak kecewa, saya bertambah teman yang sehobi. Salah satunya adalah Mr. Poon Kng Joo (panggilannya Ah Joo) dari Singapura.

Beliau adalah pemilik Soek Seng Bicycle Cafe (1954) juga kolektor sepeda antik di daerah Seletar (http://urbanvelo.org/the-collector-singapore-bicycle-collection/). Di event ToF ini, beliau juga menyumbangkan salah satu frame sepeda collector item untuk doorprize.

 

Yohannes (Yoyo) Tekno Wijoyo (Solo Cycling Community)

Menyesal Belum Pakai Parts TT

Balapan lima hari berturut-turut masih oke, tidak terlalu menyeramkan seperti yang diceritakan. Soal suplai air minum jangan kuatir, pasti terjamin. Saya belajar banyak hal di hari pertama, etape Time Trial (TT).

Segala perlengkapan khusus Time Trial seperti helm TT, TT bar, high profile wheelset berpengaruh sangat signifikan. Saya kehilangan waktu hampir 60 detik gara-gara belum menggunakan perangkat TT itu. Tapi tidak masalah, semua ini pelajaran.

Yohanes berhasil menjadi juara 3 di Etape 4 Tour of Friendship 2018.

 

Aidy Halimanjaya (The Body Shop Cycling – Jakarta)

Kagum Bike Handling

Saya terpesona dengan manajemen marshall-nya. Meskipun hanya menyediakan air putih sebagai suplai kepada pembalap, tapi mobile water station-nya patut dicontoh.

Selain itu, logistik untuk mengangkut sepeda juga pro banget handling-nya. Membuat kita tidak was-was dengan kondisi sepeda kita. Panitia menyediakan berbagai macam makanan lokal yang sangat enak.

Sayangnya, jumlah pembalap cewek masih sedikit dan mereka sangat kencang bak atlet beneran bukan amatir.

 

Ellianah Wati Setiady (JKTCC – Jakarta)

Ternyata, Ada “Tapak Sakti” di Thailand

Saya merasakan jadi pro cyclist dalam lima hari ini. Tapi mata masih jelalatan untuk lihat pemandangan. Saya nyeseeeeellll banget tidak bawa kamera saat etape lima. Pemandangannya itu bikin speechless saking indahnya.

Oya, saya lihat ada beberapa pembalap yang mendapat bantuan “tapak sakti” alias didorong oleh marshall. Curang dong!

Saya jatuh cinta dengan kemulusan jalan rayanya. Saat saya bersepeda dengan posisi aero yang mengharuskan badan membungkuk dan kepala hadap ke bawah, saya yakin aman tidak ada lubang di jalan.

 

Corry Cortine (The Body Shop Cycling – Jakarta)

Menghipnotis Diri Sendiri

Sepulang dari Bangkok Thailand, saya harus lebih giat berlatih. Terutama tanjakan. Karena di even ToF banyak kontur rolling dan tanjakan bervariasi. Saya belum maksimal mengikuti peloton.

Tapi meskipun ketinggalan, saya tidak menyesal. Karena ToF ini adalah balapan jadi pasti suasana jadi tegang dan serius. Saya banyak belajar bagaimana para pembalap amatir itu menaklukkan tiap etapenya.

Saya berusaha ikuti cyclist wanita di depan saya. Saya pelajari caranya drafting, pedalling dan cadence-nya. Dengan begitu, saya jadi terhipnotis dan bisa mengikuti ritme mereka. Terutama di tanjakan rolling yang membutuhkan momen yang pas.

Saya perhatikan, badan mereka juga lebih maju ke depan ketika menanjak. Saya coba itu, benar juga, menanjak jadi lebih enteng karena dibantu dengan badan kita. Tidak hanya mengandalkan kekuatan kaki.

Sesekali ketika saya “copot” dari peloton, saya tidak emosi. Saya istirahat sekaligus melihat pemandangan yang cantik. Tentu bisa memberi semangat kala badan sudah capek dan ingin menyerah.

Saya janji pada diri saya sendiri, saya akan lebih giat berlatih menanjak saat di Jakarta nanti. (mainsepeda)

 


COMMENTS