Apa Itu Green Jersey, dan Kenapa Peter Sagan Terancam

Gelar terpenting di Tour de France adalah maillot jaune alias yellow jersey. Diberikan kepada pembalap dengan total waktu terbaik di penghujung 21 etape. Namun, belakangan, gelar tambahan juga semakin disegani. Khususnya maillot vert alias green jersey, yang diberikan kepada pembalap dengan poin terbanyak.

Pemicunya: Dominasi sprint Mark Cavendish, yang dilanjutkan dengan dominasi tujuh gelar green jersey Peter Sagan.

Penggemar cyclist awam mungkin bingung dengan gelar itu. Apa yang dimaksud dengan juara poin?

Green jersey kali pertama dihadiahkan pada 1953, dalam peringatan 50 tahun TdF. Tujuannya untuk menambah insentif bagi para sprinter, yang selalu kedodoran di tanjakan dan tak punya kans merebut yellow jersey.

Untuk merebutnya, penyelenggara (ASO) menyediakan sejumlah poin untuk finisher terbaik di setiap etape. Agar hadiah ini lebih sesuai target untuk para sprinter, maka jumlah poinnya bisa beda di setiap etape. Misalnya, sejak 2019, ada 50 poin untuk juara etape datar, 30 poin untuk etape hilly alias rolling, lalu hanya 20 poin untuk juara etape yang finis di tanjakan.

Juga sejumlah poin di titik-titik intermediate sprint di jalanan datar, di tengah-tengah setiap etape. Termasuk etape menanjak. Ini mampu memberi semangat bagi para sprinter untuk tetap punya tujuan di etape tanjakan, plus memberi drama ekstra bagi penonton.

Jumlah poin ini bisa diubah-ubah sesuai keinginan penyelenggara.|

Peter Sagan menyandang green jersey di Tour de France 2019

Nah, dalam dekade terakhir, Peter Sagan adalah raja green jersey di TdF. Pembalap Slovakia itu punya skillset unik di antara semua peserta. Dia punya kemampuan sprint menyetarai para pure sprinter, tapi juga punya kemampuan menanjak sehingga bisa ikut berebut juara di etape-etape hilly/rolling.

Karena itu, tujuh kali sudah Sagan meraih green jersey. Satu kali lagi, dia pun memegang rekor terbanyak dalam sejarah TdF.

Pada TdF 2020 ini, Sagan tentu akan kembali memburu gelar tersebut. Tim Bora-Hansgrohe membagi timnya khusus untuk memburu target ganda. Yaitu mengejar posisi sebaik mungkin di general classification (yellow jersey), tapi juga mempertahankan sukses di point classification (green jersey).

Mampukah dia? Walau usia sudah mulai kepala tiga, Sagan tetap harus diunggulkan. Namun, Sagan kini tidak lagi bisa melenggang seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena sekarang ada lagi pembalap dengan skillset mendekati dirinya. Bahkan mungkin lebih jago di tanjakan.

Wout van Aert meraih green jersey di Criterium du Dauphiné 2019

Sang penantang itu adalah Wout van Aert, mantan juara dunia cyclocross asal Belgia yang membela Jumbo-Visma.

Wout van Aert benar-benar bersinar tahun ini. Dia sukses menjuarai dua balapan Classic, Strade Bianche dan Milan-San Remo. Dua balapan di arena hilly/rolling serta datar panjang. Di kedua lomba itu, Peter Sagan tak banyak "bersuara."

Di usia 25 tahun, di TdF tahun ini, Wout van Aert sangat mampu bersaing berebut poin di etape datar, dan sangat mampu mengalahkan Sagan di etape-etape hilly.

Bahkan Peter Sagan sudah mengakui kalau Van Aert adalah penghalang utamanya tahun ini. "Setiap tahun selalu ada seseorang yang menantang," ucap sang juara dunia tiga kali.

Satu-satunya faktor yang bisa menghalangi ambisi Van Aert adalah timnya sendiri. Sudah bukan rahasia, target utama Jumbo-Visma tahun ini adalah menghentikan dominasi Team Sky/Ineos/Ineos-Grenadiers dalam merebut yellow jersey.

Tim itu dipenuhi dengan climber hebat, jadi nyaris tak ada support untuk membantu Van Aert memburu ambisi green jersey. Bahkan, Van Aert bisa jadi diberi tugas untuk ikut fokus membantu memburu target utama tim.

Wout van Aert (kiri) dan Peter Sagan

Van Aert sendiri sudah menegaskan itu, bahwa misi utamanya adalah membantu tim. Bukan memburu ambisi pribadi. Tapi, mengingat lomba ini panjangnya 21 etape, bukan tidak mungkin muncul kesempatan bagi Van Aert, dan Jumbo-Visma akan memberinya kebebasan lebih.

Duel Peter Sagan versus Wout van Aert ini sudah akan bisa dirasakan sejak lomba dimulai 29 Agustus nanti. Di etape pertama, di Nice, karakternya rolling dengan peluang ending sprint finish. Jangan kaget kalau kedua orang ini sudah ikut bersaing di depan, memulai upaya pengumpulan poin masing-masing! (mainsepeda/bersambung)

Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 10

Audionya bisa didengarkan di sini

Foto: ASO, Bettini Photo


COMMENTS