Kesempatan Jumbo-Visma Akhiri Dominasi Team Sky/Ineos

Tour de France terdiri atas 21 etape. Berarti ada 21 kemenangan yang diperebutkan antara 29 Agustus hingga 20 September nanti. Namun, 21 kemenangan itu tidak ada artinya dengan gelar tertinggi di akhir lomba. Yaitu yellow jersey sebagai pemenang general classification (GC). Gelar tertinggi untuk pembalap yang overall waktunya terbaik di penghujung lomba.

Tidak menang satu pun etape tidak apa-apa asal meraih waktu terbaik saat lomba mencapai finis akhir di Champs-Elysees, Paris.

Dalam dekade terakhir, gelar overall itu adalah target dan makanan utama tim super asal Inggris. Bermula dengan nama Team Sky, berubah menjadi Team Ineos, dan di TdF 2020 ini berganti nama lagi jadi Ineos-Grenadiers.

Antara 2012 hingga 2019, tim ini telah memenangi tujuh dari delapan yellow jersey. Bradley Wiggins membuka sukses pada 2012, berlanjut dengan dominasi Chris Froome pada 2013, 2015, 2016, dan 2017. Kemudian giliran Geraint Thomas menang pada 2018, dan tahun lalu jatah Egan Bernal.

Hanya tahun 2014 yang lepas. Itu pun bukan karena kalah di jalan. Waktu itu Chris Froome terjatuh dan mengalami cedera, sehingga out dari lomba.

Tahun ini, Ineos-Grenadiers tentu ingin kembali meraih kemenangan. Tapi mungkin, inilah tahun terberat untuk itu. Dalam lomba-lomba pemanasan, tim ini tidak tampil sehebat tahun-tahun sebelumnya. Egan Bernal masih lumayan perkasa, sempat meraih kemenangan atau tampil sangat kompetitif di lomba yang lain. Ya, Bernal mengalami cedera punggung saat di Criterium du Dauphine, lomba pemanasan resmi TdF. Tapi tim itu yakin Bernal bisa pulih dan tampil cemerlang saat TdF nanti.

Egan Bernal menjadi leader Ineos Grenadiers di Tour de France 2020

Di tim ini, yang jadi pertanyaan adalah skuad pendukungnya. Hampir semua kemenangan tim ini dulu diraih dengan dominasi pasukan komplet. "Kereta" tim selalu mengawal depan peloton di tanjakan, merontokkan pesaing sambil mengantarkan sang kapten (siapa pun dia) ke garis finis.

Tahun ini, kereta Ineos-Grenadiers tidak segarang sebelumnya. Chris Froome dan Geraint Thomas sama-sama dicoret, karena dianggap tidak dalam kondisi terbaik.

Jadi, Bernal akan dikawal pasukan yang mungkin kurang dikenal penggemar. Richard Carapaz, juara Giro d'Italia 2019, akan jadi pendamping utama sekaligus kapten cadangan kalau terjadi sesuatu pada Bernal.

Setelah itu, pendamping khusus di tanjakan "hanya" Andrey Amador dan Pavel Sivakov. Kuat, tapi belum teruji benar. Pendamping lain yang lebih berpengalaman, Luke Rowe dan Michal Kwiatkowski, bukanlah senjata untuk tanjakan-tanjakan panjang.

Dengan pasukan "tanggung" Ineos-Grenadiers ini, kandidat utama pun beralih ke pasukan Belanda, Jumbo-Visma. Tim bersepeda Bianchi ini benar-benar dominan dalam beberapa pekan terakhir.

Primoz Roglic (depan) tampil solid di Critérium du Dauphiné 2020

Juara Vuelta a Espana 2019, Primoz Roglic, bisa dibilang adalah climber paling maut saat ini. Dia mendominasi lomba-lomba pemanasan, dan hanya gagal di Dauphine karena sempat terjatuh. Jumbo-Visma memilih main aman, menarik pembalap Slovenia itu keluar dari lomba supaya benar-benar maksimal di TdF.

Di Dauphine, Jumbo-Visma memang kehilangan pendamping kuat. Steven Kruisjwijk, yang tahun lalu finis ketiga di TdF, harus absen karena cedera bahunya belum pulih.

Tapi, Jumbo-Visma mungkin tidak terlalu pusing. Mereka tetap punya skuad climber yang menakutkan. Ada Tony Martin, Sepp Kuss, dan Tom Dumoulin. Ada pula Wout van Aert, yang bisa menambah pundi kemenangan dengan mencuri etape-etape datar atau rolling.

Tahun ini, Jumbo-Visma benar-benar punya kans kuat untuk mematahkan dominasi Team Sky/Ineos/Ineos-Grenadiers!

Tadej Pogacar, pembalap muda andalan UAE Team Emirates

Di belakang dua tim ini, yang layak diperhitungkan adalah UAE Team Emirates. Tim ini punya climber muda yang sedang naik daun, Tadej Pogacar. Dia akan didampingi mantan juara Vuelta a Espana 2015, Fabio Aru. Plus climber hebat lain, Davide Formolo.

Kalau Jumbo-Visma dan Ineos-Grenadiers lengah, yellow jersey bisa direbut UAE Team Emirates.

Richie Porte saat membalap di etape 13 Tour de France 2019

Tentu saja, kejutan masih bisa terjadi. Ada nama-nama besar lain yang punya kans untuk menjadi juara overall. Sebut saja Nairo Quintana (Arkea-Samsic), Richie Porte (Trek-Segafredo), Romain Bardet (AG2R La Mondiale), Guillaume Martin (Cofidis), atau Thibaut Pinot (Groupama-FDJ).

Masing-masing mungkin punya kemampuan untuk jadi juara overall. Masalahnya, di TdF, kemampuan individu saja tidak cukup. Seorang kandidat juara tetap harus punya pasukan yang bisa mendampingi. Untuk mengawal sang kapten atau mengganggu lawan.

Sebenarnya, ada satu nama lagi yang diharapkan publik Prancis bisa bersinar (kuning) terang tahun ini. Yaitu Julian Alaphilippe, yang tahun lalu memimpin lomba hingga pekan terakhir.

Namun, pembalap Deceuninck-QuickStep ini bukanlah climber murni, dan butuh situasi khusus untuk bisa bersaing sampai akhir. Tim Belgia itu pun sadar atas keterbatasan ini. Mereka tidak menarget juara overall untuk Alaphilippe. Mereka lebih fokus untuk memburu kemenangan-kemenangan etape.

"Bagi Julian akan sangat sulit untuk mengulangi sukses tahun lalu. Di sisi lain, kami tidak menuntutnya untuk mengejar hal yang sama. Kami akan mengawalnya hari per hari, melihat apa yang terjadi. Ada beberapa kesempatan (menang etape) untuknya. Yang pasti, kami tidak akan menyiapkan skenario yang sama seperti tahun lalu," kata Tom Steels, sports director Deceuninck-QuickStep. (mainsepeda/bersambung)

Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 10

Audionya bisa didengarkan di sini

Foto: Bettini Photo, ASO, EPA


COMMENTS