Sekelompok pesepeda lipat di Semarang membuat geger jagat media sosial. Mereka dinilai tidak sopan karena masuk kafe dengan sepeda yang belum terlipat. Dengan lampu belakang dibiarkan menyala pula. Bahkan, ada di antara mereka yang masuk kafe dengan menunggangi sepedanya.

Kasus ini memang berujung damai. Baik pengelola cafe dan kelompok tersebut dikabarkan sudah saling minta maaf. Meski demikian, bukan berarti masalah ini menguap begitu saja. Masih ada saja netizen yang menghujat dan menganggap kelompok tersebut tidak beretika.

Mainsepeda.com menghubungi Presiden Brompton Owner Group Indonesia (BOGI), Baron Martanegara, Selasa (16/6) pagi untuk membahas masalah ini. Cyclist asal Jakarta tersebut menjelaskan tentang etika membawa sepeda lipat, termasuk Brompton, di ruang publik seperti mal atau kafe.

"Harus bersikap sopan. Sepeda harus dilipat ketika akan memasuki ke sebuah tempat, baik itu sebuah kafe, gedung, atau mal," ucapnya.

Baron menceritakan, seorang cyclist atau komunitas biasanya akan mencari informasi terlebih dulu tentang tempat yang akan dituju. Apakah tempat ini memiliki parkir khusus sepeda, juga apakah tempat tersebut ramah untuk pesepeda.

Dari beberapa kasus yang ditemui, pengelola mal atau kafe memiliki kebijakan yang berbeda-beda untuk cyclist, khususnya pengguna sepeda lipat. Ada dua opsi yang sering terjadi. Pertama, sepeda lipat tidak boleh masuk ke mal atau kafe dan harus diparkir di tempat yang telah disediakan.

"Tapi, ada juga mal yang memperbolehkan sepeda masuk dengan dijinjing bahkan didorong. Tentu saja harus dilipat dulu sebelum masuk. Jadi, sepeda lipat ini diperlakukan seperti kursi dorong atau stroller bayi," cerita Baron.

Di luar negeri juga demikian. Aturannya pun sama: sepeda harus dilipat sebelum memasuki sebuah gedung atau ruangan. "Sepeda harus dilipat, baru masuk kafe. Kemudian sepedanya bisa disimpan di samping meja atau di tempat yang disediakan," jelas Baron.

Apa yang terjadi di Semarang adalah pelajaran bersama. Baik untuk pesepeda maupun pengelola kafe atau mal. Cyclist wajib melipat sepedanya sebelum memasuki sebuah tempat. Manajemen kafe atau mal juga harus mulai melek dengan standard operating procedure (SOP) untuk pengunjung bersepeda.

Apalagi pandemi coronavirus membuat olahraga bersepeda booming. Bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Bersepeda kini menjadi opsi bukan hanya sekadar olahraga, tapi juga moda transportasi. Maka kafe dan mal pun seharusnya bersiap menjadi tempat yang bike-friendly.

Sepengetahuan Baron, sejumlah kafe dan mal di kota-kota besar di Indonesia sudah menjadi tempat yang bike-friendly. "Memang masih ada yang masih asal-asalan. Tapi ada juga yang sudah benar-benar fokus dan serius. Mereka mempersiapkan lahan parkirnya berikut petugas parkirnya," tutur Baron.(mainsepeda)

Populer

Jersey Baru Lebih Feminin, Strategi Fantastic CC Merebut Hati Cyclist Perempuan
Begitu Berkesan, Victor Abadikan Peta Rute EJJ 2024 1.500 Km dengan Tato di Kakinya
Sayang Istri, dr Ferryzal Rela Berpartisipasi di EJJ 2024 600 Km
Matteo Jorgenson Jadi Pembalap AS Pertama Juarai Dwars door Vlaanderen
Farewell Ride: Wakil Dubes Australia Steve Scott dan Jejak Gowesnya Bersama Komunitas Indonesia
Kali Pertama Ikut, Cyclist Tondano Amankan Slot Bromo KOM X
EJJ Aman bagi Cyclist Perempuan, Zanira Hanifah Beberkan Alasannya
Volta a Catalunya 2024: Sapu Bersih Titel Juara, Tadej Pogacar Pecahkan Rekor 64 Tahun
Tahun Lalu Gagal Dapat Slot Bromo KOM, Berhasil Setelah Standby Sejak Tengah Malam
Dwars door Vlaanderen 2024: Ajang Pemanasan Pembalap Unggulan Sebelum Tour of Flanders