Hajar-Hajaran ke Air Terjun, Bertahan Hidup Balik ke Hotel

Makin hari makin epic. Setelah 117 km menanjak hampir 3.000 m hari Jumat, 30 Maret. Sabtunya peserta Azrul Ananda School of Suffering (AA SoS) Malaysia Training Camp 2018 mendapat menu tidak kalah menyiksa.

Sabtu, 31 Maret itu, total jarak hampir sama, 115 km. Menanjaknya sebenarnya relatif sedikit, hampir 2.000 m alias setara menanjak ke Wonokitri, Bromo. Tapi, hari itu jenis siksaannya beda.

Pagi-pagi pukul 05.30, peserta kembali naik mobil turun dari Tanah Rata, Cameron Highlands. Kali ini menuju pusat kota Ipoh, tepatnya di stasiun kereta api di kota tersebut.

Kelompok 1 dan 2 akan start dari situ, lalu menempuh jarak (relatif) datar hampir 60 km menuju Tapah. Baru kemudian belok dan terus merambat naik kembali ke Tanah Rata dengan total tanjakan sekitar 55 km.

 

Father and son, Yohan Kristanto (kiri) dan Adiputra Sejati menikmati training camp di Cameron Highlands Malaysia

 

Kelompok 3 diberi sedikit keringanan, walau tetap disuguhi menu menanjaknya. Usai foto bersama di Ipoh, kelompok ketiga ini naik mobil bersama sepeda mereka menuju Tapah. Baru mereka menanjak dari sana.

Ketiga kelompok janjian kumpul di Lata Iskandar, sebuah air terjun di tengah tanjakan menuju Ringlet-Tanah Rata. Total jarak dari Tapah menuju Lata Iskandar sekitar 20 km.

Di air terjun itu, rombongan makan ringan, foto bersama. Kelompok 3 lantas berangkat duluan, disusul sekitar 15 menit kemudian oleh kelompok pertama dan kedua.

Karena mulai bersepeda sekitar pukul 08.30, suhu agak panas terus menemani peserta. Biasanya, di Tapah, ada rest stop di sebuah stasiun pengisian bahan bakar, tepat di belokan menuju Cameron Highlands.

Eh, ternyata, stasiun “langganan” itu sudah dibongkar dan diruntuhkan! Alhasil, rombongan berhenti tidak jauh kemudian, di sebuah kedai kopi.

 

Isna Iskan dan Tatang menikmati pemandangan dan berfoto di air terjun Lata Iskandar

 

Dari sana, rute menuju Lata Iskandar termasuk paling “menyenangkan.” Khususnya bagi Kelompok 1 dan 2. Jarak relatif pendek (20 km), kemiringan tergolong “ringan” (2-4 persen), dan agak sejuk pula karena kelok-kelok asyiknya dilindungi pepohonan.

Bisa dibilang, ini menjadi segmen “balapan.” Kelompok terdepan terus melaju mendekati 30 km/jam. Sedangkan kelompok kedua konstan di atas 20 km/jam. Semakin bangga ketika teman-teman di belakang “berguguran.”

Kabarnya, Rudi S. Rustanto dari Cepu adalah provokator kelompok depan. “Mumpung enteng (gampang). Tapi saya sama Roike (Hendra) kok,” aku Rudy.

Dari Lata Iskandar, perlahan kemiringan menjadi semakin curam. Merembet ke 5-8 persen sampai turunan di Ringlet. Banyak peserta mulai tercecer di sini. Khususnya mereka yang tancap gas menuju air terjun. Dalam hal ini, terus terang, termasuk penulis (Azrul Ananda). Yang seperti kehabisan baterai sekitar lima km sebelum Ringlet. Kecepatan konstan 20 km/jam melorot termehek-mehek 10-13 km/jam!

Perhentian di Ringlet ini termasuk optional. Hanya 13 km menuju finis di hotel di Tanah Rata. Kurang lebih fifty-fifty, antara yang langsung tancap gas ke Tanah Rata dengan yang berhenti “isi bensin” di Ringlet.

Kelompok tengah ke belakang dapat bonus hujan di tanjakan dari Ringlet ke Tanah Rata. Biasanya, ini menyebalkan. Tapi kali ini bisa dibilang berkah. Paha yang “panas” jadi adem kena air hujan dingin di kawasan pegunungan…

Bagi mereka yang tidak berhenti di Ringlet, 13 km terakhir itu benar-benar segmen bertahan hidup. “Saya sudah tidak lihat kecepatan. Saya semedi sendirian,” aku I Putu Gede Yoga Adi Wiyata, 26, dari Bali.

 

I Putu Yoga Gede Ade Wiyata merasakan 'semedi' di atas sepeda saat 13 km sebelum finish di Tanah Rata

 

Di antara mereka yang tuntas dari Ipoh sampai Tanah Rata, yang patut mendapat aplaus adalah Jimmy Chandra Pangalila, 49, dari Jakarta. Walau dia tercecer sendirian, dia tetap mencapai hotel di atas sepeda.

“Sempat ingin berhenti dan naik mobil. Tapi karena hanya tersisa 4 km, saya putuskan jalan terus saja,” ungkapnya.

 

Jimmy Chandra Pangalila bermental baja, bertahan finish on bike meski tercecer sendirian

 

Setelah hari yang menyiksa itu, rombongan melakukan briefing lagi persiapan hari terakhir sebelum pulang ke Indonesia. Rencananya, Minggu pagi, 1 April, rombongan “hanya” turun naik mobil sejauh 40-an km, lalu menanjak balik ke Tanah Rata via Brinchang.

Catatan khusus, semua harus finis di hotel sebelum jam 10. Karena semua harus sudah packing sepeda, lalu berkumpul di lobi untuk menuju bandara tepat pukul 11.00.

Tapi itu urusan besok. Sabtu malam Minggu, para peserta menikmati dulu ramainya Cameron Highlands, jalan-jalan ke pasar malamnya yang kondang dan super ramai! (azrul ananda)


COMMENTS