Gowes Tandem Sukses Menyatukan Emosi dan Cinta Hingga Labuan Bajo

“Bersepeda tandem adalah tentang seberapa besar mempertahankan perkawinan dalam satu minggu ini… dan ternyata kita berhasil, mimpi kami terwujud!” – Francesco Bruno dan Widi Bruno

Ternyata, etape “queen stage” hari Selasa, 17 September lalu dari kota Ende menuju Bejana, Flores, NTT itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan etape terakhir, Jumat, 20 September. Dari Ruteng menuju Labuan Bajo sejauh 128 km dan harus menanjak setinggi 2.100 meter.

Kami berangkat dari kota Ruteng, jam 7 pagi. Beban hari terakhir kami sangat berat. Selain harus meninggalkan keindahan Flores Timur, Widi minta kami gowes hari terakhir dengan membawa pannier lengkap.

Sekeluar dari kota Ruteng, kami banyak melihat rumah penduduk yang ditanami berbagai macam sayuran seperti bawang merah, kol, kopi, dan lainnya. Seperti biasa, tanjakan terjal selalu menghadang.

Kami sudah biasa, tidak kaget lagi. Dan kami lalui berdua dengan telaten dan perlahan. Kami menikmatinya! Masuk ke kawasan Cancar, Ruteng, Flores, NTT kami melihat hamparan sawah yang sangat indah.

Sawah itu diatur membentuk sarang laba-laba (spider web). Sayang, kami tidak punya banyak waktu untuk stop dan mengambil foto. Kami juga melewatkan berfoto dan berwisata di desa wisata Waerebo.

Tetapi rasa ingin ngopi tidak bisa ditahan lagi. Tepat di kilometer 36, kami berhenti untuk ngopi. Kali ini tidak mau mencari warung kopi. Widi sengaja milih rumah penduduk lokal. Alasannya, biar mendapatkan rasa kopi yang orisinil! Singgahlah kita di rumah Vitalis dan Uci.

Benar juga, kopi suguhan pasangan ini sangat enak! Mereka juga menawarkan tempat untuk istirahat. Membuat kami terharu dan menambah kesan perjalanan hari terakhir ini.

Perjalanan masih jauh. Kami melanjutkannya dan matahari tepat di atas ubun-ubun. Memasuki kilometer 66 kami tiba di Lembor, Manggarai Barat, Flores, NTT tepat jam 11.30 siang. Di sini kita makan siang. Menu sederhana tapi istimewa yakni lalapan.

Selepas dari Lembor kami banyak mendapatkan rute turunan. Tapi jangan gembira. Ada turunan pasti ada tanjakan. Benar adanya, banyak tanjakan berkategori Hors Categorie (HC) yang harus kami taklukkan.

Tidak ada jalan lain, harus kami selesaikan. Bahkan kami sudah tidak bercakap lagi. Sama-sama menyatukan tenaga untuk mengayuh pedal Polygon Impression.

Satu-satunya hiburan kami adalah pemandangan indah lembah dan ngarai serta perkebunan kemiri. Tepat di kilometer 85, botol air minum sudah habis. Kami mencari warung dan mengisi botol lalu lanjut.

Tanjakan masih banyak, beban pannier juga berat. Tapi harus maju terus. Dalam benak kami terus terbayang indahnya Labuan Bajo. Itu yang membuat semangat kami berkobar lagi.

Saya teringat nasihat dari sahabat, Wayan Kertayasa, pemilik Bali Cycling Operator yang mengatakan bahwa ada tanjakan sejauh 7 km dengan rata-rata gradien 10 persen. Bahkan ada beberapa yang 18 persen. Dan saya sedang menjalaninya sekarang bersama Widi!

Perlahan tapi pasti kami kayuh pedal berdua. Dan akhirnya kami lulus melaluinya! Betapa bahagianya hati ini karena sudah berhasil melewati bagian terberat.

Sisanya adalah turunan tajam yang tetap harus diwaspadai. Tepat di kilometer 103, saya mengantuk berat karena semalam saya kurang tidur memikirkan etape hari ini.

Akhirnya, kami berhenti di Café Melo di desa Melo, Labuan Bajo, NTT. Puas ngopi dan istirahat, perjalanan kurang 20 km dan kami bergegas berangkat. Masih banyak tanjakan dan turunan yang harus kami lewati.

Tepat jam 18.00, perjalanan kami berakhir di Hotel Bintang Flores, Labuan Bajo, NTT. Aduuuhhhh… leeegaaa rasanya! Rasa bahagia dan tidak percaya menguasai hati ini.

Bersepeda tandem bukan perkara jarak atau elevasi. Tetapi perkara menejemen emosi dua manusia dalam menghadapi tantangan berat. Dengan sepeda lengkap beban panier yang berat itu.

Dan malam ini, saya ingin berpesta! Pesta makanan Italia yang banyak di Labuan Bajo! Dan satu hal yang membuat saya makin mencintai Widi. Saya ajak Widi melakukan perjalan ‘gila’ ini dan Widi tidak bertanya atau menolak. Widi langsung menjawab “oke Cecco, atur saja pokoknya saya ikut kamu pergi!”

We’ll never forget the warm and genuine people of Flores, NTT. *

 

 


COMMENTS