Fiuuuhhh… Rute Borong – Ruteng Tidak Sesulit yang Dibayangkan

Fiuuuhhh… ternyata perjalanan hari keenam, Kamis, 19 September dari kota Borong menuju kota Ruteng, Flores, NTT tidak semenakutkan yang saya pikirkan! Bahkan, baru kali ini perjalanan kami sesuai dengan rata-rata kecepatan yang dirancang oleh aplikasi Kamoot. Yaitu 11,7 km/jam.

Kamis pagi jam 06.30, kami menikmati makan pagi di restoran Cembos yang sangat terkenal di kota Borong. Kami memilih makan omelet dan pancake. Tepat jam 07.00, kami mulai mengayuh pedal Polygon Impression.

Belum sampai satu kilometer gowes sudah dihadang oleh tanjakan. Buat kami, tanjakan sudah bukan momok lagi. Kami sudah biasa dihajar tanjakan. Hehehe…

Jadi kami menikmatinya. Apalagi memang pemandangannya sangat indah. Tidak bisa diceritakan di sini. Harus dilihat sendiri! Selain itu, sepanjang perjalanan kami banyak menemui penduduk lokal desa Ranamese, Kabupaten Manggarai Timur, NTT.

Mereka jadi penghibur kami. Bahkan tak jarang, mereka minta kami untuk berhenti dan berfoto. Anak-anak kecil yang masih polos itu bingung melihat sepeda tandem kami. Aneh menurut mereka.

Setelah gowes sejauh 21 km dan catatan di Garmin menunjukkan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, kami berhenti. Sekedar untuk istirahat dan menikmati kopi. Pemandangan lembah dan persawahan mendominasi keindahannya.

Betapa nikmatnya duduk bersama penduduk lokal menikmati kopi. Tentunya ditemani juga oleh Bomax. Oh iya, hari ini kami tidak membawa pannier. Tas itu dibawakan oleh Bomax di dalam mobil. Lumayan, lebih ringan beban gowes kami.

Tapi, gowes hari terakhir menuju Labuan Bajo harus bawa pannier karena Bomax sudah tidak ikut. Sedihnyaaa…

Saya dan Widi sempat berdiskusi. Saya ingin menitipkan tas ke travel yang bisa bawa barang dari Ruteng ke Labuan Bajo. Tapi Widi bersikeras tidak mau. Dia mau pannier harus kami bawa di hari terakhir. Ini turing jadi kami harus lengkap benar-benar seperti orang turing ketika masuk Labuan Bajo. Akhirnya, saya menanyakan ke Widi, apa salah saya padamu sehingga kamu menyiksa saya seperti ini. Pertanyaan yang sama yang diungkapkan Widi pada saya saat hari ketiga menaklukkan “queen stage”.

Dari kiri : Leo, Widi, Cecco, dan Bomax.

Setelah puas berdiskusi, istirahat dan ngopi. Perjalanan dilanjutkan. Memasuki desa Sita, kendaraan umum yang melewati kami sangat ramai. Ramai dalam arti mobil-mobil itu bermusik keras. Mereka menyebutnya DJ Remix.

Tanjakan-tanjakan yang harus kami taklukkan makin tinggi di kawasan Danau Ranamese yang indah ini. Untuk mencapai Danau Ranamese, kami harus gowes sejauh 35 km dari Borong. Pembangunan jalan raya besar-besaran juga masih ada membuat kami harus beberapa kali berhenti.

Mendekati Gunung Ranaka yang berada di Kabupaten Manggarai Timur, saya harus berhenti dan memperbaiki rem depan. Akhirnya, setelah beres, jam 13.00 kami sudah memasuki hotel Ravaya di kota Ruteng, Flores, NTT.

Ini dua jam lebih awal dari yang diestimasikan. Menurut aplikasi Kamoot, kami masuk ke hotel Ravaya di Ruteng jam 15.00, tapi kami finis lebih awal. Jam 13.00 sudah masuk hotel. Jadi bisa beristirahat lebih lama untuk menghadapi tantangan terakhir, Jumat, 20 September gowes dari Ruteng menuju Labuan Bajo, Flores, NTT.

Saya dan Widi langsung makan siang di Spring Hill bersama kawan baru kami, Leo yang berasal dari Ruteng. Dia sangat baik karena memberi kami kampas rem baru agar semua aman di hari terakhir kami.

Jumat, 20 September perjalanan terakhir. Dari Ruteng ke Labuan Bajo, kami harus gowes sejauh 126 km dan menanjak setinggi 2.000 meter serta turun sejauh 3.000 meter! Jadi rem harus sehat walafiat! Mohon doa restunya!*

 


COMMENTS