Bromo KOM sudah 11 kali diadakan, seharusnya sudah 12 tahun, karena sempat setahun vakum karena pandemi seingat saya. Kilas balik sedikit, ketika dulu awal-awal penyelenggarannya  pesertanya tidak sampai ribuan, mana bisa mengumpulkan pesepeda sebanyak itu kala itu. 

Bisa lihat 200 orang bersepeda saja sudah senang, apalagi diangka 500-an orang sudah ramai sekali. Dulu yang bisa finish sudah luar biasa, sudah tidak perlu ditanya lagi kemampuannya. Pokok lolos Bromo via Wonokitri sudah hebat. 

Saya masih ingat awal-awal itu nanjak ke Bromo sampai sore baru finish, itu aja sudah bisa buat cerita setahun lebih. Waktunya tidak dilihat, asal bisa sampai saja hebat.

Baca Juga: Antangin Bromo KOM 2025: Pasukan Dalkot Jakarta Berjaya di Puncak Wonokitri

Lalu ketika mulai diadakan event ini, semua akhirnya punya batas. Punya batas waktu finish, harus sekian jam. Latihan pun dilakukan lebih rutin, dari seminggu sekali, dua kali sampai tiga atau empat kali latihan nanjak.

Kala itu ilmu menganalisa power dan lain-lain belum seperti sekarang. Indoor trainer pun tidak secanggih sekarang. Ketika event sudah selesai pun, kita turun, berjajar ratusan cyclist dari Wonokitri ke Baledono, dan lebih bawah lagi. 

Singkat cerita, sekarang tidak seperti begitu. Yang dulu kuat, sekarang lebih kuat atau berhenti sekalian wkwkwkwk. Waktu tempuh bormo makin lama makin pendek, persiapan peserta tambah lama tambah “gila”. Walau tempat mereka tidak punya gunung, mereka punya program latihan yang bisa menaklukkan gunung. Sedangkan, saya yang dekat ya gini-gini aja. Ya walaupun disetrika berkali-kali pun tidak rata-rata gunungnya. Dicoba berapa kali pun tetap berat. 

Waktu selesai event kemarin, saya turun sekitar jam 2. Setelag pertigaan Tosari sampai Baledono nyaris tidak menemukan cyclist naik. Sebagian besar yang finish sudah putar balik pulang. Sebagian lagi yang tidak nutut COT, sudah putar balik juga katanya. Pemandangan yang berbeda dulu dan sekarang. 

Baca Juga: Giro d'Italia 2025 - Etape 12: Kooij Terbantu Aksi The Belgian Giant

Untuk ke depannya bagaimana event ini digelar akan menjadi PR panitia. Untuk membuatnya tetap magis dan tetap menarik para pesepeda. Update dan gimmick apa yang membuat kita lebih menarik menanjak Bromo.

Yang pasti penyediaan kuliner seperti rawon, kikil dan tahu campur di garis start bukan saran yang baik karena kemungkinan tumpah di jalan pasti besar. Saya penasaran siapa lagi yang jualan es tebu diatas? Atau mungkin Srikandi berkuda akan muncul lagi, atau polisi epek yang pakai sewek. Apapun itu semoga makin menarik dan kita semua tetap bersepeda serta sehat selalu. Sekian. (Johnny Ray) 

Populer

Cyclist Favorit Juwanto: Sang Juara 7 Kali Bromo KOM
Giro d'Italia 2025 - Etape 13: Pedersen Tak Terbendung, Raih Kemenangan Keempat
Kolom Sehat: Bromo KOM Dulu, Sekarang, dan Nantinya 
Antangin Bromo KOM 2025: Juara, Hadiah Termanis Sang Putra yang Sempat Koma
Giro d'Italia 2025 - Etape 12: Kooij Terbantu Aksi The Belgian Giant
Let's Go To: Dholo 20 Juli and Ijen 27 September
Antangin Bromo KOM 2025: Pasukan Dalkot Jakarta Berjaya di Puncak Wonokitri
Antangin Bromo KOM 2025: Tokoh-Tokoh Penakluk Tanjakan Wonokitri
Antangin Bromo KOM: Para Pejuang Pantang Tumbang 2025
Antangin Bromo KOM 2025: Transformasi Syelhan, Nanjak Bromo Sejak 11 Tahun!