Chris Froome: Doping atau Tidak?

Superstar Team Sky, Christopher Froome, sedang memasuki fase kritis dalam karirnya. Pembalap 32 tahun itu sedang menunggu keputusan akhir, apakah dia akan mendapatkan sanksi atau tidak akibat hasil tes urin saat Vuelta a Espana, September 2017 lalu.

Seandainya dinyatakan salah, maka dia bisa kehilangan gelar grand tour tersebut, plus kehilangan medali perunggu yang dia raih saat ajang time trial, kejuaraan dunia 2017.

Empat gelar Tour de France-nya tidak akan terganggu, tapi dia juga bisa gagal tampil di Giro d’Italia plus Tour de France 2018 ini.

Froome terus menegaskan kalau hasil tes urinnya bukanlah “hasil tes positif.” Team Sky, lewat sang bos Dave Brailsford, juga terus menegaskan bahwa apa yang dihadapi Froome bukanlah kasus doping. Lebih lanjut, Brailsford meminta agar semua pihak bisa menilai lebih obyektif, memahami kasus secara lebih teliti sebelum memberikan kesimpulan.

“Dia (Froome) tidak melakukan pelanggaran doping, itu harus selalu diingat. Kita tidak ingin menuduhkan sesuatu yang salah kepada orang lain,” kata Brailsford, saat menjumpai media di ajang Ruta del Sol, Spanyol.

Kalau Froome dan Team Sky bilang ini bukan kasus doping, lalu ini sebenarnya kasus apa?

Sudah bukan rahasia, Froome pengidap asma. Beberapa tahun lalu, sudah pernah ramai perbincangan tentang pembalap kelahiran Kenya itu menggunakan obat hisap asma saat berlomba.

Di mata UCI dan badan anti-doping, obat yang dipakai Froome (Salbutamol) juga punya regulasi yang berbeda. Pembalap tidak dilarang menggunakannya (kecuali secara oral dan suntik), dan tidak perlu meminta izin khusus (therapeutic use exemption, TUE) untuk menggunakannya dalam dosis tertentu.

Yang ada hanya toleransi saat tes urin. Bahwa tidak boleh mengandung lebih dari 1.000 nanogram per mililiter (ng/ml) dalam sample yang diambil.

Nah, setelah Etape 18 Vuelta a Espana pada 7 September 2017, hasil tes urin Froome menghasilkan kandungan Salbutamol hingga 2.000 ng/ml.

Sebenarnya, hasil tes urin itu tidak perlu diungkap secara publik, karena hasil tes tersebut tidak otomatis menghasilkan sanksi seperti kasus doping pada umumnya. Pembalap biasanya diminta penjelasan dulu, dan baru diberikan sanksi apabila penjelasan tidak diterima. Berdasarkan pengalaman lama, sanksinya antara 6-9 bulan tidak boleh berlomba.

Kebetulan, hasil tes Froome bocor ke media. Sehingga menimbulkan respons dan reaksi secara meluas.

Froome sendiri tegas menyatakan tidak melakukan kecurangan apa-apa. Selama Vuelta, sebagai unggulan lomba, dia sadar akan terus menjalani tes urin. Dan dia mengingatkan, bahwa hasil tesnya hanya melebihi batas pada 7 September tersebut. Sebelum dan sesudahnya tidak ada masalah sama sekali.

Ya, dia mengaku sempat merasakan masalah akibat asma di penghujung lomba. Tapi dengan tegas bilang tidak melanggar aturan pemakaian Salbutamol. Ini yang sekarang sedang dia selidiki mengapa hasilnya bisa beda. Kabarnya, Froome dan Sky akan menyebut ada masalah fungsi ginjal pada hari tersebut, sehingga menghasilkan angka yang berbeda ekstrem.

Tentu saja, semua pihak sekarang menunggu (dengan tidak sabar) apa keputusan akhirnya nanti. Sambil menunggu, Froome tidaklah menjalani sanksi, sehingga dia tetap mengikuti program sesuai jadwal. Termasuk mengikuti ajang Ruta del Sol 14-18 Februari ini.

Dari kalangan WorldTour sendiri memang ada pro-kontra. Ada yang bilang Froome sebaiknya diistirahatkan dulu untuk menghormati investigasi, tapi ada juga yang bilang Froome tetap punya hak untuk berlomba.

“Yang paling menyentuh adalah begitu banyak pembalap lain dari tim lain datang ke saya dan menyatakan dukungan. Itu sangat menyentuh,” kata Froome menjelang start Ruta del Sol.

Nah, sambil menunggu, sekarang silakan Anda bertanya pada diri sendiri: Termasuk yang pro atau yang kontra? (*)


COMMENTS