Konsisten dengan Jersey Merah, Semerah Delima

Delima Cycling Community (D5CC) merupakan salah satu komunitas sepeda paling eksis di Kabupaten Ngawi. Bahkan mereka merupakan inisator berdirinya ISSI Ngawi pada dua tahun lalu. Tidak hanya sebagai komunitas untuk hobi, mereka juga menaruh atensi pada pembinaan anak muda di sana.

Pendiri D5CC Suwarno mengatakan, memang cukup sulit untuk menggaet anak muda secara khusus. Dari 30 anggota aktif, sepuluh di antaranya merupakan anak muda. Rata-rata mereka masih duduk di bangku SMP dan SMA.

"Misi kami juga mewadahi anak-anak yang punya potensi. Jangka panjangnya mencetak mereka menjadi atlet. Anak-anak muda memang perlu wadah untuk dikembangkan potensinya," kata Suwarno.

                                             Suwarno, founder Delima Cycling Community (D5CC)

D5CC juga cukup terbuka dengan anggota baru. Seringnya mereka ajak gowes bareng agar lebih akrab. "Buat yang muda-muda, kalau punya teman bisa diajak, jangan malu-malu. Kalau yang ingin menekuni, tidak apa-apa. Malah kami dukung," lanjutnya.

Anggota D5CC berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari pengusaha, PNS, hingga pegawai swasta di Ngawi. Mereka terbentuk sejak Januari 2015 dari sejumlah cyclist yang memang hobi dan memiliki passion di bidang sepeda.

Nama D5CC sendiri diambil dari unit usaha milik Suwarno, Delima. Mereka sepakat menggunakan nama tersebut karena Suwarno yang menjadi inisiator komunitas ini.

D5CC memiliki jersey dominan warna merah. Seperti buah delima. Sejak terbentuk pada 2015, D5CC telah merilis tiga jersey. Hanya jersey kedua yang bercorak berbeda, kuning-hijau. Untuk jersey keempat tahun ini, Suwarno mengatakan akan kembali menggunakan merah sebagai warna dominan.

"Rencananya ada kombinasi merah hitam. Memang khasnya Delima itu kan merah. Selain itu merah adalah warna yang menarik," kata pria 50 tahun itu.

Sehari-hari D5CC rutin gobar (gowes bareng) pada sore hari. Untuk rute dalam kota hanya jarak 40-50 kilometer saja. Baru ketika akhir pekan atau agenda bulanan mereka gowes jarak jauh dengan rute di atas 100 kilometer. Biasanya mereka gowes ke Jogjakarta, Solo, Ponorogo, atau Bojonegoro.

"Kalau ada kesempatan, kami juga mengadakan bakti sosial di sekitar Ngawi. Selain itu, karena sering gowes dan di-upload di media sosial, juga membantu memperkenalkan potensi wisata di Ngawi," ujar Suwarno.

Dari sekian agenda, hanya satu yang belum mereka realisasikan, yakni gowes Ngawi-Surabaya. Jarak tempuhnya sekitar 180 kilometer. Pandemi seperti ini membuat agenda mereka berantakan.

"Sebelum puasa sudah ke Jogja-Ngawi. Inginnya gowes ke Surabaya tetapi masih pada terbentur kesibukan masing-masing. Pandemi Covid-19 ini membuat banyak kegiatan yang tidak terlaksana setahun ini," ungkapnya. (mainsepeda)

Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 43

Audionya bisa didengarkan di sini

Foto: Dokumentasi D5CC


COMMENTS