Passwordnya: Tidak MeDYC Banget, Sih!

Dokter itu serius, cool dan tidak banyak bicara. Buat sebagian anak-anak, dokter itu juga menakutkan. Tapi, itu saat mereka mengalungkan stetoskop dan pakai jas putih dengan rambut klimis. Di ruang ber-AC di klinik atau rumah sakit.

Coba temui mereka di teras Paviliun Garuda Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, hari Minggu jam 6 pagi. Dijamin tidak akan menyangka bahwa mereka semua adalah dokter.

“Saling membully dan ramai tertawa bergurau itu yang jadi refreshing kami saat weekend,” celoteh dr. Edi Wibowo Ambari, SpOG-K.Onk, salah satu pentolan MeDYC Semarang.

MeDYC adalah Medical Doctor Bicycle Community. Alias kumpulan dokter-dokter asal Semarang penggila gowes. Inisiatornya adalah dr. Ardy Santosa, SpU, dr. Happy Kurnia, SpBS, dr. Widya Istanto, SpAn, KAKV, KAR, dan dr. Donni Indra Kusuma, SpAn.

“Tahun 2011, selain kita berempat, ada beberapa dokter lain. Kira-kira sepuluh dokter cyclist yang tergabung di awal terbentuknya MeDYC,” tutur dr. Ardy Santosa, SpU yang menambahkan tiap tanggal 11 Desember adalah hari anniversary MeDYC.

Dari kiri : dr. Doni, dr. Ardy, dr. Widya, dan dr. Happy.

Semua berawal dari obrolan di kamar operasi tentang sepeda. Hingga janjian bertemu gowes bareng di Minggu pagi. Akhirnya keterusan dan makin banyak dokter yang ikutan gowes.

“Masih pakai mountain bike di tahun 2011 itu. Tapi sejak dr. Edi Wibowo Ambari, SpOG-K.Onk pulang dari Audax Bali, racun road bike mulai ditebarnya. Dan bila teman-teman belum beli road bike, langsung jadi bahan bully. Kata-kata andalannya “tidak medyc banget, sih!”. Dipastikan tidak lama lagi, pasti beralih ke road bike,” cerita dr. Ardy Santosa, SpU tertawa.

Meskipun mereka adalah pahlawan kesehatan yang sangat sibuk, mereka lihai mengatur waktu. “Kita sering ikut even terutama even turing non race. Kita nggak butuh piala. Sehat dan perkawanan saja,” bilang dr. Widya Istanto, SpAn. KAKV, KAR

Alhasil, di beberapa even skala nasional, pasti banyak anggota MeDYC Semarang yang hadir. Sebut saja, Audax Bali, Solo dan Jogja, GFNY Bali, Lombok, Samosir, Tour de Borobudur, Tour de Anestesia, Tour de Orthopedia.

“Even luar negeri juga kita ikuti seperti Garuda cycling Jepang, Perth dan AASoS Training Camp Malaysia. Kita juga sedang mencari jadwal yang semua longgar untuk tour Eropa,” imbuh dr. Afrizal Hari Kurniawan, SpM(K) yang hampir selalu membawa sepeda lipatnya ketika mengikuti kongres di luar kota.

Even perdana yang diikuti atas nama MeDYC Semarang adalah Audax Bali tahun 2012.

Heboh banget persiapannya karena mayoritas belum pernah ikut even maupun bersepeda jarak jauh (touring endurance). Lucunya, saking takut kurang persiapan, dr. Happy Kurnia, SpBS menyewa odong-odong!

“Sengaja saya sewa di hari Minggu siang selama dua kali. Cuman bayar 30 ribu rupiah saja. Saya genjot itu odong-odong putar perumahan sampai lima lagu habis. Haha…” cerita dr. Happy Kurnia, SpBS sambil tertawa terpingkal-pingkal mengingatnya.

Rupanya, sang ketua, dr. Ardy Santosa, SpU sering dijadikan target. “Kita mau bikin pak ketua kewer-kewer. Dan kita harus bisa salip pak ketua,” tekad dr. Avissena Dutha Pratama, SpP.

Maklum, meskipun usia sudah menginjak 60 tahun, urologist yang satu ini masih mempunyai fisik sangat prima dan selalu terdepan di kalangan MeDYC di setiap even. Dan beliau menanggapi guyon koleganya bukan dengan serius. Tertawa-tawa malah, karena ini adalah bagian dari kesenangan bersepeda.

“Meskipun kami tidak pernah mengikuti even kompetisi, tapi sesungguhnya terdapat kompetisi sendiri di antara anggota MeDYC. Di situlah keseruan sering muncul membuat kami kangen selalu untuk gowes bersama,” celoteh dr. M. Thohar Arifin, PAK, Sp.BS, Ph.D.

Contoh serunya, dr. M. Thohar Arifin bercerita. “Saat even gowes Surabaya – Banyuwangi, ada teman MeDYC yang mengaku migrain sehingga semua berhenti untuk menemani. Ternyata itu hanya alasan dia saja agar tidak disalip rekan-rekan lainnya,”

Setiap Sabtu dan Minggu jadi agenda wajib untuk gowes bersama. Berbagai tujuan bisa dipilih. Arah ke Selatan bisa menuju Salatiga atau nanjak ke Bandungan. Ke Timur menuju kota Demak dan Kudus. Atau mau ke Barat bisa ke Plelen Alas Roban. “Total pergi pulang 50 km saja,” bilang dr. Rizal Fanany, Sp.M.

Kadang juga bisa mencapai 100 km dengan rute Kedungjati, Plantera. Bahkan keluar kota hingga Wonosobo, Purwokerto, atau Slawi. “Tinggal sesuaikan jadwal saja dan kita bahas di grup whatsapp,” imbuhnya.

Dari bersepeda ini, antar dokter bisa saling menimba ilmu. Bisa sesama kolega maupun dokter muda ke seniornya. Apalagi bila kebetulan disiplin ilmunya sama.

“Biasanya apabila ada problem kesehatan, kita bahas juga di grup sepeda agar sesama rekan dokter lain bisa saling belajar. Meskipun disiplin ilmunya beda kita bisa diskusi dan konsultasi dengan akrab. Di situlah nilai plus komunitas ini,” tutur dr. Sofyan Harahap, SpAn, KNA yang tidak pelit ilmu.

MeDYC Semarang juga tidak menutup diri. Sering bekerjasama dengan komunitas lain dalam mengadakan even sepeda. “Kita sering nongkrong bareng komunitas lain untuk menjaga silahturahmi,” imbuh dr. Donni Indra Kusuma, SpAn.

Membuang kesan eksklusif, MeDYC Semarang rutin mengadakan acara sosial. Seperti buka bersama anak panti asuhan di rumah salah satu anggota MeDYC, mengadakan seminar gratis untuk umum, memberikan pengajian Minggu pagi di masjid. “Paling sering memberikan bantuan kesehatan gratis untuk even sepeda,” tutup dr. Dody Priambodo, SpBS. (mainsepeda)


 

 

 

 


COMMENTS