Tour de France Preview 6: Berharap Romain Bardet Akhiri Paceklik 33 Tahun

Lomba terbesar di dunia itu namanya “Tour de France” (TdF). Lokasinya selalu di Prancis, walau sesekali mampir di negara-negara lain untuk pembukaan, atau sedikit melewati jalan di negara-negara tetangga. Ironisnya, lomba ini justru paling sulit menghasilkan juara dari negeri sendiri!

Terhitung sudah 33 tahun lamanya tidak ada orang Prancis menjadi juara TdF. Yang terakhir adalah Bernard Hinault alias “The Badger,” yang mengenakan yellow jersey sebagai juara overall pada 1985.

Sejak saat itu, jangankan jadi juara, hampir jadi juara saja susah.

Bernard Hinault saat berlaga di Tour de France 1985.

Dalam dekade ini, ada tiga nama yang digadang-gadang bisa mengakhiri paceklik tersebut. Pierre Rolland mampu meraih white jersey sebagai pembalap muda terbaik pada 2011. Tapi lantas karirnya meredup. Hasil terbaiknya dalam sebuah grand tour adalah finis keempat di Giro d’Italia 2014. Sekarang dia sudah 31 tahun, tampil di EF Education First-Drapac, dengan posisi tanggung.

Kemudian muncul Thibaut Pinot, yang pada 2014 meraih jersey putih sebagai pembalap muda terbaik. Tampil bersama tim Prancis, FDJ, dengan sepeda Prancis, LaPierre, akan menjadi sesuatu yang spektakuler bila Pinot jadi juara TdF.

Sayang, dia sampai hari ini belum mampu. Masalah kesehatan terus mengganggu. Termasuk pada Giro d’Italia 2018, Mei lalu, saat dia punya kans naik podium.

Pinot masih berusia 28 tahun, jadi dia masih punya banyak waktu. Tahun ini dia skip dulu TdF, siapa tahu tahun depan bisa membalas segala kekecewaan.

Nah, di TdF 2018 ini, beban harapan itu jatuh pada sosok Romain Bardet. Pembalap AG2R La Mondiale ini sudah naik podium dua kali dalam dua tahun terakhir (kedua dan ketiga). Publik Prancis berharap dia bisa naik peringkat lagi tahun ini.

Romain Bardet jadi tumpuan harapan publik Prancis untuk menjadi juara Tour de France 2018.

Dan Bardet sudah mempersiapkan diri habis-habisan untuk TdF 2018. Tim AG2R La Mondiale pun siap menurunkan climber-climber terbaiknya untuk men-support ambisi itu.

Tahun lalu, sudah terbukti AG2R bisa mengimbangi Team Sky di tanjakan-tanjakan terberat. Sekarang tinggal Bardet-nya bagaimana. Khususnya Bardet dalam satu bidang: Individual time trial.

Rute TTT dan ITT di TdF tahun ini akan lebih ramah untuk Bardet. Ada kesan, TdF menyediakan rute ini untuk mempermudah pembalap Prancis jadi juara!

Tahun lalu, dia punya kans mengalahkan Chris Froome di Etape 20, etape TT yang menentukan. Bukannya menyalip waktu Froome, dia justru melorot ke peringkat tiga general classification (GC). Disalip Rigoberto Uran (Cannondale-Drapac). Bahkan, dia hanya mempertahankan posisi podium dengan keunggulan 1 detik (!) atas Mikel Landa (waktu itu Team Sky).

Tahun ini, rutenya akan lebih ramah untuk Bardet. Ada team time trial, yang seharusnya tidak terlalu mengganggu. Dan individual time trial-nya relatif pendek, 31 km, dengan rute yang naik turun. Ada kesan, TdF menyediakan rute ini untuk mempermudah pembalap Prancis jadi juara!

Menghadapi TdF tahun ini, Bardet mengaku lebih siap. Soal beban sebagai pembalap tuan rumah, dia tidak terlalu pusing. “Saya sudah terbiasa sejak 2013. Banyak yang mengharapkan saya di TdF dan saya harus terbiasa dengan itu. Masih ada banyak hal lebih buruk dalam hidup ini,” tuturnya.

Bardet mengklaim dirinya jauh lebih kuat daripada 12 bulan lalu. Dia juga menghabiskan lebih banyak waktu berlatih dengan sepeda time trial. Mungkin bukan untuk mengalahkan Froome dalam disiplin itu, tapi paling tidak bisa meminimalisasi kehilangan waktu. Selama ini, aku Bardet, dia tergolong meremehkan pentingnya latihan TT.

Bardet menegaskan, dirinya tidak akan membuang-buang kesempatan untuk jadi juara di TdF. “Saya harus memanfaatkan kesempatan ini. Team Sky sangatlah kuat. Tapi kalau kita memberikan segalanya, entahlah, segalanya bisa terjadi dalam balap sepeda,” pungkas pembalap 27 tahun tersebut. (bersambung)

Foto : FrenchTV, Gettyimage, Sportmag


COMMENTS