Kejutan Dua Gunung sebelum Finish di Pelabuhan Lamere

Enam hari bersepeda, total hampir 1.000 kilometer. Pada Minggu sore, 4 Februari, kelompok cepat bike packing Surabaya-Labuan Bajo akhirnya sampai di ujung Timur Pulau Sumbawa. Tepatnya di Pelabuhan Lamere, Sape.

Saya (penulis), John Boemihardjo, Francesco Bruno (Cecco), Cipto S. Kurniawan (Wawan), Go Suhartono (Ko Hay), dan Tonny Budianto dengan lega naik ke kapal. Setelah bersih-bersih di kapal dan sepeda dibereskan, kami langsung meninggalkan Pulau Sumbawa menuju Pulau Komodo.

 

 

Rencananya kapal bersandar di sana dan kami menginap di kapal, sebelum melanjutkan perjalanan ke Labuan Bajo.

Pada hari keenam touring itu, sebenarnya kami berniat lebih santai. Apalagi “queen stage” alias hari terberat sudah dilewati. Di atas kertas, memang ada tanjakan-tanjakan, tapi total jarak tak jauh di atas 100 km dari Dompu menuju Sape.

 

 

Kami bangun lebih siang (kalau pukul 06.00 WITA bisa dianggap siang), makan pagi santai, sebelum naik sepeda dan berangkat pukul 08.45. Bayangan kami, toh jaraknya relatif pendek. Percuma berangkat terlalu pagi dan sampai sebelum sore. Kami hitung bagaimana supaya sampai di Sape di kisaran jam 16.00.

Ternyata, rutenya lebih berat dari yang terlihat di peta GPS. Baru beberapa km keluar dari Dompu sudah disambut tanjakan beberapa kilometer. Dan termasuk curam, karena kemiringannya mencapai 11 persen.

 

 

Setelah itu turun dan kami melaju ke Bima. Rencana memang makan siang di sana. Kami sempat stop di km 32 untuk isi minum dan cek GPS. Lalu stop lagi begitu masuk Teluk Bima karena ada kedai kelapa muda yang menggoda.

Mendekati pukul 12.00, saat Garmin menunjukkan angka 60 km, kami masuk Kota Bima. Wawan dari awal sangat pengin makan bakso, jadi ya kami makan bakso (dibantu lontong sebagai karbo).

 


Entah karena merasa sudah dekat ke finish atau apa, dari Bima menuju Sape touring ini berubah menjadi seperti racing. Naik sepeda touring berat, ya, tapi kecepatannya sudah mulai seperti ketika naik road bike biasa.

Padahal, hanya sekitar 5 km dari Bima, jalanan sudah menanjak lagi. Bahkan sebenarnya inilah tanjakan paling panjang, setelah hampir 4 km nanjak masih rolling naik lagi sekitar 10 km. Kemiringannya pun konstan di sekitar 8 persen.

 

 

Mungkin karena kaki sudah panas, John dan Cecco seperti balapan di depan. Tonny, walau usia 58 tahun, mampu ikut bertarung. Saya agak ngosngosan mengejar. Naik digas, turun agak rest, begitu terus berkali-kali. Jadi seperti latihan interval!

Ketika mendekati puncak, hujan juga turun. Ini enaknya sepeda touring. Pakai disc brake, jadi ngerem tidak takut. Ban juga lebar (ban Trek 520 saya 32 mm), jadi turun menikung sama sekali tidak waswas. Walau Tonny ternyata sempat sliding di turunan basah, dia mampu mengendalikan dengan aman. Dasar Jorge Lorenzo!

 

 

Yang hebat Ko Hay. Wawan sampai geleng-geleng kepala melihat betapa tangguhnya pria 68 tahun itu. Terus terang, Ko Hay lah bintang touring kami ini. Sama sekali tidak ketinggalan dan mampu adu kekuatan walau harus mengayuh sepeda besi hampir 1.000 km dalam enam hari!

Ketika Garmin menunjukkan km 108, kami berhenti di sebuah toko kelontong. Selain isi air, juga minum soda dan manis-manis karena barusan hajar-hajaran.

Secara teori, perjalanan hanya tersisa sekitar 5 km. Harusnya enteng bisa santai ke pelabuhan.

Itu teori.

Untuk memastikan arah, Cecco bertanya kepada pria di toko itu. Di mana letak Pelabuhan Lamere. Karena kapal yang kami pesan bersandar di sana, bukan di pelabuhan utama di Sape.

Ini warning buat teman-teman yang ingin touring. Jangan tanya kilometer pada warga setempat. Jawabannya bisa sangat variatif hahahaha…

Yang bikin kami shock adalah jawaban pria itu. “Oh, Lamere. Tidak jauh. Tapi lewat dua gunung,” ucapnya.

Dua gunung? Serius???

Spontan kami menoleh bersama ke arah Cecco. Dan dia pun memasang ekspresi kaget tidak percaya.

Logika kami, karena jumlah km nya tidak banyak, maka dua gunung itu bisa jadi hanya berupa bukit yang sangat curam.

Dan benar!

Tidak jauh dari toko itu, ada “tembok” menyapa. Tidak sampai satu kilometer, tapi kemiringannya konstan di atas 9 persen, bahkan menyentuh angka 13 persen. Ingat, kami naik sepeda yang beratnya hampir 30 kg!

Setelah turunan, kami langsung mengayuh santai. Karena kami tahu masih ada satu “tembok” lagi! Untungnya, “gunung” kedua itu tidak curam. Dan kami sampai di Pelabuhan Lamere dengan penuh kebahagiaan.

 

 

Setelah upload data, kami kaget juga melihat datanya. Ternyata hari terakhir itu total menanjaknya lebih dari 2.000 meter! Pantesan terasa berat…

Tidak lama, sepeda kami rapikan. Barang-barang kami tata. Sepeda diangkut kendaraan yang sudah menunggu di Lamere, dikirim balik ke Surabaya. Kami mandi di kapal yang bersandar, membawa barang-barang yang dibutuhkan.

 

 

Sore itu juga kami membuat keputusan baru. Tidak perlu bersandar dan tidur di Lamere. Langsung saja kapal berangkat ke Pulau Komodo, bersandar di sana dan menginap di atas kapal di sana. Apalagi perjalanannya enam jam ke Komodo.

Besoknya, kami berniat lihat-lihat di Komodo, sebelum naik kapal lagi ke Labuan Bajo. Dari sana, kami akan naik pesawat kembali ke keluarga masing-masing! Pas seminggu pergi!

Saat di kapal, kami terus bercerita tentang serunya perjalanan ini. Tentang bagaimana banyak teman menghubungi ingin ikut kalau kelak pergi lagi. Tentu saja saat itu kami bilang ogah kalau disuruh mengulangi lagi. Hampir 1.000 km dalam enam hari bro! Ampun! Wkwkwkwk

Tapi, yang namanya cyclist biasanya kapok lombok. Kelak kalau kangen ya berangkat lagi… (habis)


COMMENTS