Hujan lebat mengguyur pinggiran Kota Valence, Prancis, setelah etape ke-17 Tour de France 2025 pada Juli lalu. Setelah berhari-hari dibakar terik matahari, langit di tepi Ardeche berubah menghitam. Pemandangan kontras ini seolah mencerminkan kekacauan di garis finis.

Kemegahan Mont Ventoux sehari sebelumnya digantikan oleh sprint di jalan arteri yang diapit gedung perkantoran. Suasana langit yang mendung diperparah oleh ulah iseng seseorang yang menerobos jalur balap. Ada pula tabrakan massal di kilometer terakhir sebelum akhirnya balapan dimenangkan oleh Jonathan Milan.

Di tengah hujan deras dan jalannya etape yang kurang seru, wajar jika tak ada yang menyadari apa yang sebenarnya terjadi kepada Tadej Pogacar, si pemilik Yellow Jersey kala itu. 

Baca Juga: Malang Century Journey 2025 - Jersey Konsep Water Color dengan Kantong Magnetik

Pogacar finis ke-27 dengan aman, menuntaskan kewajibannya sebagai pemimpin lomba, termasuk konferensi pers yang terasa hambar. Dan, begitulah akhir ceritanya etape tersebut. 

Akan tetapi, misteri baru terungkap pekan ini. Dalam sebuah wawancara, rekan setim Pogacar di UAE Team Emirates-XRG, Tim Wellens, membeberkan fakta mengejutkan. Malam setelah etape di Valence itu, Pogacar diam-diam mengunjungi rumah sakit karena cedera lutut. Kala itu, manajemen tim khawatir Pogacar akan dipaksa untuk meninggalkan Tour de France lebih cepat.

Sungguh luar biasa bahwa kabar sepenting ini tidak bocor ke media. Tapi, misteri dan intrik ini justru menambah bumbu dramatis kisah kemenangan sang pembalap Slovenia.

Pogacar saat menaklukkan puncak Mont Ventoux pada Tour de France 2025 lalu. 

Tentu saja, Pogacar tidak mundur. Ia adalah The New Cannibal, titisan Eddy Merckx. Pogacar tetap melanjutkan balapan, mempertahankan Yellow Jersey melalui pegunungan Alpen, dan akhirnya menang dengan selisih lebih dari empat menit dari kompetitor utamanya, Jonas Vingegaard.

Namun, sekilas mata memang ada yang berbeda dengan Pogi, sapaan Pogacar. Di hari-hari terakhir Tour, terlihat jelas bahwa Pogacar tidak menyerang habis-habisan di Ventoux, Col de la Loze, atau La Plagne, tempat-tempat yang biasanya menjadi "lokasi bermain" baginya. 

Perubahan ini tidak luput dari sorotan media. Di setiap konferensi pers pekan terakhir itu, Pogacar selalu dicecar pertanyaan, "Ada apa yang terjadi dengannya?" atau "Apakah Anda bosan?"

Jawabannya saat itu bukan "lutut saya sakit," melainkan bahwa ia lelah, sedikit bosan, dan muak dengan rutinitas memimpin Tour de France. "Saya bertanya pada diri sendiri mengapa saya masih di sini – tiga minggu ini terasa sangat panjang," katanya setelah etape 18.

"Anda menghitung kilometer menuju Paris dan ya, saya tidak sabar untuk menyelesaikannya agar saya bisa melakukan hal menyenangkan lain dalam hidup saya."

Rekan setimnya, Wellens, mengonfirmasi bahwa alasan kelelahan mental itu mungkin hanya alibi untuk menyembunyikan masalah yang sebenarnya.

"Ini melegakan karena dia tidak menyerah di pegunungan. Semua orang bertanya mengapa dia tidak menyerang. Setelah itu, kami mengkhawatirkannya secara fisik, bukan secara mental. Saya terkejut ketika membaca dia ingin pulang, karena sebenarnya kami bersenang-senang bersama," jelas Wellens.

Baca Juga: Sirkuit GBT Siap Jadi Venue Semeru Criterium 2025

Menjaga kerahasiaan cedera lutut itu sangat krusial. Walau Pogacar unggul empat menit dari Jonas Vingegaard (Visma-Lease a Bike) setelah etape 17, berita tentang Pogacar yang melemah karena cedera pasti akan menyuntikkan energi baru bagi pesaingnya. Terlebih masih ada dua etape pegunungan terakhir.

Hal ini membuat Pogacar memilih meracau, mengarang cerita tentang kondisi mentalnya. Lantas mengkambinghitamkan kelelahan sebagai tameng. Alasan itu memang mudah diterima. Siapa yang bisa menyalahkannya jika ia memang lelah, apalagi jika lututnya benar-benar sakit.

Tour de France memang berat. 21 hari bersepeda ratusan kilometer setiap etapenya, dan hanya ada jeda dua hari lain untuk istirahat. Pastilah semua cyclist mengalami kelelahan, tak terkecuali Pogacar. (Mainsepeda)

Populer

Gowes Wisata atau Kuliner di Jogja? JFB Siap Jadi Guide
“Meditasi” ala Endot, Turing Ribuan Kilometer dengan Sepeda Lipat
Main Sepeda, Hansamu Yama Pilih MTB
Andre Greipel “The Gorilla” Masih Ambisi Tour de France
Helm Hexo: Berteknologi 3D, 68 Persen Lebih Aman, dan 7 Detik Lebih Kencang
Gowes Bermisi Sosial dengan Rute Eksotis
Ini Dia Seragam Baru Nairo Quintana
Bianchi Rilis Sepeda Limited Edition Edisi Giro d'Italia
Dimulai dari Vietnam, Balap Sepeda Akhirnya Bergulir Lagi
Movistar Berusaha Jadi Tim yang Ramah Lingkungan