Lombok Medyc Goweser: Kurang dari 90 km, Denda!

Mereka dokter. Paham kesehatan. Hafal obat-obatan. Piawai mengobati dirinya sendiri jika sakit. Tetap mereka butuh olahraga! Dan pilihannya adalah bersepeda.

Awalnya, delapan orang dokter di Lombok yakni dr. Antonius Permadi, SpOT, dr. Arifandi Wijaya, SpOT, dr. Ferdiansis, SpOT, dr. Pandu Ishaq Nandana, SpU, dr. Joko Anggoro, SpPD, dr. Bayu Putra, dr. Bagus Tisna, dan dr. Komang Arya tergabung dalam YSCC (Young Surgeon Cycling Club) chapter Lombok.

Tapi dalam perkembangan waktu, delapan dokter ini membentuk wadah sendiri dengan nama Lombok Medyc Goweser (LMG).

Lombok Medyc Goweser saat launching jersey di Sembalun, Gunung Rinjani.

“YSCC itu lebih banyak untuk para dokter pemegang pisau bedah. Sedangkan kami di Lombok ini belum banyak ahli bedah. Jadi kurang cocok dengan esensi utama YSCC. Nah, LMG adalah nama grup Whatsapp yang memudahkan kami kordinasi jadwal dan rute bersepeda. Akhirnya nama ini diresmikan jadi komunitas para dokter cyclist di Lombok,” cerita dr. Pandu Ishaq Nandana, SpU yang akrab dipanggil Pandu.

Di dalam grup Whatsapp komunitas yang berdiri tanggal 2 September 2015 itu terdapat 37 nama. Ada yang direktur atau wakil direktur dari rumah sakit propinsi NTB. Ada juga yang Kepala Rumah Sakit Angkatan Darat atau kepala kantor kesehatan pelabuhan.

Launching jersey LMG bersama Zainul Majdi, Gubernur NTB (tengah jersey hitam).

“Ada juga dokter umum puskesmas Lombok dan paramedis. Berbagai kalangan ada semua. Pokoknya bergelar dokter,” imbuh Pandu. Karena kesibukan mereka, tidak mungkin bisa gowes bersama-sama full team.

Biasanya, Pandu bersama lima hingga sepuluh orang gowes bersama dengan jadwal tiga kali seminggu. Hari Selasa, Kamis dan Sabtu atau Minggu. “Cukup pergi pulang 50 km berangkat jam 05.30 pagi dan jam 8 sudah di rumah lagi,” imbuhnya.

Beberapa pilihan rute yang biasa dijabani adalah bukit Malimbu (50 km PP), pelabuhan Sekotong (50 km PP), bandara BIL (65 km PP superflat), Pusuk (30 km PP supernanjak), atau sekedar ke perbatasan Lombok Barat (30 km PP).

Yang membuat LMG dinamis adalah peraturan uniknya. Harus bersepeda minimal 90 km dalam waktu seminggu! Ada hukuman denda untuk yang tidak mencapai target. Harus bayar 15 ribu per minggu!

“Kayaknya saya yang paling sering kena denda. Apalagi kalo sudah musim bola liga Eropa yang jam tayangnya pasti malam atau dini hari. Esoknya tidak mungkin bisa bangun untuk gowes. Ohiya, Bagus Tisna yang sering kena denda. Beliau selalu ajak gowes tapi jarang muncul di pagi harinya. Kita beri gelar sebagai 'Raja PHP',” celoteh Pandu yang memuji konsistensi gowes dr. Arifandi dan dr. Samsul Rizal dalam jadwal bersepeda.

LMG saat turing ke pulau Bali.

Sebaliknya, agar memotivasi, ada juga kompetisi bulanan. Bisa berupa, siapa menempuh jarak terjauh, siapa yang elevasinya paling tinggi atau lainnya. “Hadiahnya kecil-kecilan saja yang penting misinya tercapai,” imbuh dr. Antonius Permadi.

Di luar jadwal rutin gowes mingguan, berbagai turing pernah diikuti oleh anggota LMG. Salah satunya, gowes dari Bima ke Mataram (Tambora ke Rinjani) sejauh 424 km. “Dalam even itu, ketepatan waktu dan kebersamaan dalam peloton itu yang kami utamakan,” bilang Pandu.

Anggota LMG finisher turing Bima - Mataram sejauh 424 km.

Saking senangnya bersepeda jarak jauh, dr. Bambang, SpBS rela meninggalkan keluarganya demi bergabung turing dengan LMG saat di Bali. “LMG sedang mengadakan tur gowes ke Bali. Saya minta tolong kawan-kawan bawakan sepeda saya. Jadi sepulang umroh, saat pesawat transit Bali, saya keluar bergabung dengan kawan-kawan gowes. Istri dan keluarga saya sambung naik pesawat lagi pulang Lombok,” tuturnya penuh semangat.

Tidak itu saja, dokter Bambang pernah ngebut pulang setelah mengikuti Sembalun Challenge. “Maklum saya mengejar pesawat ke Korea sore harinya,” tuturnya.

Pandu menambahkan, pernah mengadakan turing ke Bali dengan jadwal yang dimaksimalkan. Berangkat Kamis tengah malam dengan kapal ke Padang Bai lalu langsung sepedaan ke Benoa, pantai Pandawa, GWK dan menyempatkan sholat Jumat dengan masih tetap menggunakan jersey tapi bersarung. Lanjut gowes sampai malam dan menginap di Denpasar.

Selain turing, pasti juga ada prestasi. Sangat membanggakan, salah satu dokter wanita anggota LMG, dr. Amanukarti, SpPD pernah menyabet juara satu kelompok umur 45 up di even GFNY Lombok 2017.

Selain dokter Nunuk, sapaan akrabnya, ada lagi empat dokter wanita. Yakni dr. Dyah Qumara, SpKJ, dr. Fansiska Mahardika, SpRad, dr. Kiki Sarah dan dr. Catarina, SpPD.

Dari kiri : dr. Amanukarti, dr. Dyah Qumara dan dr. Catarina.

Nah, para lady LMG ini memberi warna dalam pembuatan jersey. Usia belum dua tahun, tapi sudah mempunyai lima desain jersey! “Iseng aja bikin jersey kembaran berbagai warna. Biasanya ada anggota yang menyeletuk, ‘kita belum punya seragam hijau, bikin yuk!’ Akhirnya bikin deh seragam warna itu. Seragam edisi ketiga kami istimewa karena mengambil desain kain tenun Lombok,” tutur Nunuk terbahak.

Tidak hanya on bike, ketika off bike pun mereka sering bertemu. Maklum beberapa dokter berdinas di rumah sakit yang sama. Sering juga di kala makan siang mereka konsultasi problem sepeda. “Dokter sepeda” adalah dr. Agus Pracoyo.

dr. Agus Pracoyo yang sering dipanggil 'dokter sepeda' oleh para anggot LMG karena piawai merakit dan menyetel sepeda.

“Ketika kita berseragam atau jam kerja, dokter Agus Pracoyo adalah atasan kami. Beliau adalah wakil direktur RSUD Propinsi NTB. Tapi ketika jam kerja lewat, beliau adalah mekanik kami. Beliau sangat pandai merakit dan menyetel sepeda. Semua sepedanya high end dan dirakit sendiri. Tidak ada mekanik di Lombok yang sepiawai dokter Agus. Jadi teman-teman LMG, pasti merengek ke beliau untuk dibantu merakit atau sekedar setel sepeda,” tutup Pandu sambil tertawa lepas. (mainsepeda)

 

 

 

           

 

 


COMMENTS